“Dan Ia memakai jubah yang telah dicelup dalam darah dan nama-Nya ialah: “Firman Allah.” Dan semua pasukan yang di sorga mengikuti Dia; mereka menunggang kuda putih dan memakai lenan halus yang putih bersih.” (Wahyu 19:13-14)
Kristus adalah benar dan tidak seorang manusia pun yang benar. Ia yang benar, bagaikan memakai lenan halus yang putih bersih, kemudian dicelupkan dalam darah, yaitu pengorbanan-Nya di atas kayu salib. Kemudian pada ayat 11 dikatakan, Ia yang menunggang kuda putih itu bernama: “Yang Setia dan Yang Benar”. Pada-Nya telah ditandai dengan darah, sebagai bukti bahwa Ia yang benar telah mati untuk orang-orang yang tidak benar, dan nama-Nya ialah: “Firman Allah”.
Yohanes 1:1 mengatakan, Firman itu adalah Allah. Jika dihubungkan dengan Roma 3:4, bahwa Allah adalah benar, dan menurut Yohanes 1:14, Firman telah menjadi manusia atau daging, maka dapat disimpulkan bahwa Kristus adalah benar, karena Dia adalah Firman yang telah menjadi daging. Oleh sebab itu kita harus menghormati Firman dan Allah itu sendiri. Ibadah kita akan terasa hampa tanpa pemberitaan Firman, walaupun sudah melaksanakan doa, memuji Tuhan, dan memberikan persembahan, karena tanpa Firman berarti sama saja dengan tanpa Allah. Selain itu, di dalam ibadah janganlah memberitakan yang lain, selain Firman Allah yang murni.
Bila kita membaca Wahyu 3:14, selain “Firman Allah”, terdapat nama lain yaitu: Amin, Saksi yang setia dan benar. Menurut bahasa Ibrani (= Amen), artinya: kuat, teguh, pasti, sungguh, benar. Maksudnya, bukan suatu keinginan berupa, semoga terjadi demikian saja, melainkan suatu pernyataan benar, demikianlah kenyataannya. Jadi, nama Amin juga berarti benar.
Tuhan Yesus telah mengajarkan suatu doa di dalam Matius 6:9-13, yang diakhiri dengan kata: amin. Dengan kata tersebut, maka yang didoakan pasti terjadi, karena Yesus adalah Setia dan Benar. Selain dipakai sebagai penutup doa, kata ini juga harus diucapkan di dalam ibadah, yaitu saat memuji Tuhan, menyembah Tuhan, dan ketika kita menanggapi Firman-Nya. Bahkan, kita dapat berkata, “Amin! Haleluya”. Contohnya terdapat di dalam Mazmur 106:1, 48; Wahyu 19:4. Mengapa demikian? Dijelaskan dalam 2 Korintus 1:18-20, bahwa di dalam Kristus hanya ada “ya” bagi semua janji Allah (Firman Allah), bukanlah serentak “ya” dan “tidak”, yang menunjukkan keraguan atau tidak pasti. Oleh sebab itu, saat kita mendengarkan Firman-Nya, kita dapat mengatakan “Amin” untuk memuliakan Allah. Contohnya terdapat di dalam Kitab Nehemia 8:1-7. Saat Ezra, ahli kitab itu, membacakan kitab Taurat Musa di hadapan jemaat Israel, maka semua orang bangkit berdiri untuk mendengarkan, kemudian menyambut Firman-Nya dengan memuji: “Amin, amin!”, sambil mengangkat tangan, dilanjutkan dengan sikap berlutut, sujud menyembah Tuhan dengan muka sampai ke tanah. Pada ayat 9-11 dikatakan pula, bahwa mereka menangis setelah mendengar penjelasan-penjelasan kitab suci yang dibacakan itu dan mengerti isinya. Tetapi diserukan kepada mereka supaya jangan menangis dan berdukacita, sebab sukacita karena Tuhan itulah perlindunganmu (kekuatanmu).
Roma 9:1-6 dan 28 telah menuliskan, bahwa semua janji Firman Allah adalah ya dan amin, karena Firman tidak mungkin gagal. Apa yang telah difirmankan-Nya akan dilakukan Tuhan di atas bumi, sempurna dan segera. Oleh karena itu, ada nasihat dari Wahyu 22:18-19, supaya jangan menambah ataupun mengurangi perkataan-perkataan dari Firman yang tertulis di dalam kitab ini. Pada akhirnya, puncak dari Firman Allah adalah pada ayat 20, saat Tuhan Yesus berfirman: “Ya, Aku datang segera!”. Kita yang menerimanya dengan percaya akan menjawab: “Amin, datanglah, Tuhan Yesus!” zha