PAPMA "KASIH"
Perkumpulan Pengajaran Mempelai Alkitabiah "Kasih"
Register    
slide1
slide2
slide3

Des
10

Jangan Takut, Engkau Ini Kepunyaan-Ku

Jangan Takut, Engkau Ini Kepunyaan-Ku
Uncategorized

 “Jangan takut” demikianlah ditulis dalam Yesaya 43:1. Arti dari kalimat tersebut memang luas. Orang bisa takut terhadap bahaya, ancaman maut, kebutuhan-kebutuhan lahiriah yang belum terlengkapi, dan lain sebagainya. Tetapi pada Natal pertama, berulang kali seruan tersebut diucapkan. Antara lain ditujukan kepada:
1. Yusuf (Matius 1:20-21). Sebagai suami Maria dan ayah dari Yesus secara jasmani, ia harus bertanggung jawab terhadap kelahiran Yesus, padahal ia tidak ‘bersalah’ terhadap kandungan Maria. Pada waktu itu Yusuf merasa takut untuk bertanggung jawab terhadap sesuatu yang tidak dibuatnya.
2. Kemudian pada Injil Lukas 1:30-38 seruan itu juga ditujukan kepada Maria, yang harus menanggung beban secara langsung untuk mengandung dari Roh Kudus.
Kejadian yang dialami oleh Yusuf dan Maria ini memberi contoh bagi kita, bahwa seringkali kita dihadapkan pada suatu tanggung jawab terhadap penampilan Tuhan Yesus secara pribadi dalam hidup kita, yang membuat takut. Tetapi Tuhan serukan kepada kita: Jangan takut!
3. Seruan itu juga ditujukan kepada para gembala pada waktu kelahiran Yesus. Berita tentang kelahiran Yesus harus disampaikan dengan tidak takut. Bagi kita sekarang yang hidup di akhir zaman, hal itu menunjukkan supaya kita tidak takut dalam memberitakan tentang Tuhan Yesus.

 Pada Yesaya 43:1, ucapan “Jangan takut…” dihubungkan dengan “…engkau ini kepunyaan-Ku”. Ini adalah ucapan dari Tuhan sebagai Mempelai Pria terhadap kita mempelai wanita-Nya, yang adalah kepunyaan-Nya. Dengan demikian, sebagai kepunyaan Tuhan kita tidak perlu takut.
Seruan “Jangan takut” juga terdapat pada Yesaya 54:4-6, di mana Tuhan menempatkan diri sebagai Suami terhadap mempelai perempuan-Nya yang pada waktu itu bagaikan seorang janda. Dalam pandangan masyarakat kita, kehidupan sebagai janda seringkali dibayang-bayangi rasa takut dan malu karena itu merupakan aib. Tetapi Tuhan mau menjadi Suami kita dan kita dapat memanggil Dia: “Suamiku” (Hosea 2:15), sehingga kita dapat melupakan aib “kejandaan” kita dan tidak usah malu lagi. Tuhan tidak mau sidang gereja-Nya dibayangi-bayangi rasa takut. Dengan adanya suami, pasti ada perlindungan, pembelaan, dan pemeliharaan. Jika suami di dunia belum tentu dapat melakukannya, maka Tuhan sebagai Suami pasti menjadi Pembela dan Pemelihara kita.
 Kita menjadi tidak takut bukanlah karena kekuatan kita sendiri, tetapi karena kekuatan Firman yang kita percayai. Jika kita percaya kepada Firman Tuhan, kita dapat memuji Firman-Nya dan tidak takut lagi (Mazmur 56:3-5, 11-12). Hal itu dapat terjadi karena Firman itu hidup di dalam diri kita. Sebagai bukti bahwa kita tidak takut, kita dapat membayar nazar kepada Tuhan dan ada korban syukur bagi Tuhan, yang telah meluputkan kita dari maut, bahkan menjaga kaki kita dari tersandung (ayat 13-14). Mungkin kita tidak mengalami ancaman maut secara fisik, tetapi kita ingat bahwa upah dosa adalah maut, yang seringkali menimbulkan rasa takut. Ibrani 2:14 mengatakan maut dikuasai oleh iblis tetapi kematian Tuhan Yesus telah memusnahkan iblis, sehingga manusia yang diperhamba oleh rasa takutnya terhadap maut akibat dosa, dibebaskan Tuhan.
 Kebaikan Tuhan dinyatakan dalam Mazmur 116:4-8, Ia telah meluputkan kita dari maut, menghapus air mata, dan menjaga kaki kita dari tersandung. Jika kita lihat dalam Yesaya 25:8,  maut selalu berhubungan dengan air mata. Sebab itu jika oleh kekuatan Firman maut dan air mata telah ditiadakan, kita mendapatkan jaminan keselamatan dari Tuhan. Sehingga kita dapat berkata, “Sesungguhnya, inilah Allah kita, yang kita nanti-nantikan, supaya kita diselamatkan...” dan kita dapat bersorak-sorai dan bersukacita bagi Tuhan, seperti terdapat pada ayat 9. Ini juga mengajarkan kita supaya tidak berputus asa pada masa-masa sulit. Kemudian supaya kaki kita tidak tersandung, sebagaimana terdapat pada Amsal 4:10-17, kita harus memperhatikan Firman pengajaran, sehingga kita mendapatkan panjang umur, apabila kita berjalan tidak akan tersandung. Sebaliknya bila kita mengikuti jalan orang fasik atau orang jahat, kita akan tersandung-sandung. Membalas semua kebaikan Tuhan ini, Mazmur 56:13 dan 116:17-19 mengingatkan supaya kita membayar nazar kepada Tuhan dan mempersembahkan korban syukur kepada-Nya.
 Berdasarkan Ibrani 13:15-16, ucapan syukur dapat berupa nyanyian pujian melalui ucapan bibir yang memuliakan nama Tuhan dan juga dengan memberi korban persembahan kepada Tuhan. Rasa syukur karena berkat Firman yang telah kita terima dapat pula kita lakukan dengan membagi sebagian dari harta kita kepada orang yang mengajarkan Firman (Galatia 6:6), walaupun seorang hamba Tuhan, sebagaimana Rasul Paulus, berhak untuk tidak menggunakan hak itu (1 Korintus 9:11-12).
 Berbeda dengan ucapan syukur, nazar bukanlah merupakan korban (sukarela), tetapi itu adalah suatu pembayaran (Mazmur 116:18,14 dan 66:13-15). Seringkali saat dalam keadaan terjepit, kita bernazar kepada Tuhan dan mendapatkan pertolongan bahkan mujizat dari Tuhan. Oleh karena itu, nazar harus dibayar. Jika tidak, itu adalah hutang kita kepada Tuhan. Tetapi janganlah kita menjadi takut untuk bernazar, karena nazar merupakan salah satu bukti cinta kita kepada Tuhan
 Dengan percaya kepada Allah dan memuji Firman-Nya, kita tidak usah takut, kita adalah kepunyaan Tuhan. Haleluya!



Post a comment