PAPMA "KASIH"
Perkumpulan Pengajaran Mempelai Alkitabiah "Kasih"
Register    
slide1
slide2
slide3

Nov
30

Kristus sebagai Kepala di Tengah-tengah Gereja-Nya

Kristus sebagai Kepala di Tengah-tengah Gereja-Nya
Uncategorized

Ayat Pokok: Yohanes 2:13-25

Di dalam situasi dunia yang penuh dengan perjuangan, hanya Tuhan yang menjadi penolong bagi setiap pribadi kita karena sampai sekarang Dia sekali-kali tidak akan membiarkan dan tidak akan meninggalkan kita. Oleh karena itu dengan yakin kita dapat berkata, "Tuhan adalah penolongku" dan "sampai sekarang Tuhan menolong aku."

Jika pada Yohanes 2:1-12 dijelaskan bahwa Kristus adalah kepala di dalam nikah, maka pada bagian ini Tuhan Yesus menunjukkan pribadi-Nya sebagai kepala di dalam Bait Allah, sebagai pemilik Rumah Allah, menghadapi umat yang berjual beli di sana, menjelang hari raya Paskah atau hari raya korban (ayat 13-15). Sebagai Kepala, Yesus hendak mengubah cara pandang ibadah orang Yahudi, yang biasanya merayakan Paskah secara jasmani – ibadah merupakan rutinitas, menjadi ibadah dalam pandangan rohani, yang mengarah pada tubuh Kristus (ayat 19-22).

Mengubah suatu kebiasaan memang tidak mudah. Saat Tuhan Yesus berkata, bahwa Dia hendak merombak Bait Allah dan akan membangunnya dalam 3 hari, orang-orang Yahudi mengatakan, Bait Allah itu didirikan selama 46 tahun sedangkan Yesus hendak membangunnya dalam 3 hari? Kebiasaan yang telah dijalankan selama 46 tahun tidak akan mudah diubah dalam 3 hari jika tidak di dalam pandangan secara rohani. Bahkan murid-murid Yesus baru mengerti maksud perkataan Yesus itu setelah kebangkitan-Nya dari antara orang mati.

Tuhan Yesus yang mengusir para pedagang lembu, kambing domba, dan burung merpati, serta uang penukar dengan cambuk, bukan berarti sebelumnya Dia telah datang dengan membawa cambuk. Cambuk itu berasal dari tali yang dibawa oleh pedagang itu sendiri. Di sini, Tuhan sebagai Kepala mau menunjukkan bahwa Ia benar-benar tidak mau apabila kita terbiasa beribadah dengan sistem dagang atau bisnis. Contohnya, kita mau memberi korban perpuluhan supaya diberkati oleh Tuhan.

Ibadah yang sesungguhnya adalah korban. Ibadah kita adalah penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Menurut Imamat 1:3, 10, dan 14, lembu, kambing domba, dan merpati merupakan binatang yang dipersembahkan untuk korban bakaran. Jika hewan korban itu diperjualbelikan, berarti ibadah kita ada pamrih. Padahal 1 Timotius 6:6 telah mengatakan, bahwa ibadah yang disertai rasa cukup (kesungguhan hati), memberikan keuntungan yang besar.

Imamat 1:5-6 menerangkan tentang tata cara dalam mempersembahkan korban bakaran, yaitu hewan korban itu harus disembelih di hadapan Tuhan, imam besar, dan para imam, kemudian dikuliti, baru dipotong-potong menurut bagiannya. Penyerahan diri kita yang sepenuh kepada Tuhan haruslah menanggalkan kemuliaan dan keindahan yang ada pada diri kita, bagaikan binatang yang dikuliti. Segala dosa, kesalahan, dan kesombongan kita harus dikupas habis, yang semuanya itu membuat kita berkorban perasaan. Apabila hamba Tuhan yang melayani ibadah berhasil "menguliti" jemaat, dalam arti menunjukkan dosa dan kesalahan sehingga jemaat bertobat, maka Tuhan memberkati hamba Tuhan tersebut. Sebab menurut pasal 7:8, kulit dari binatang korban diberikan kepada imam yang melaksanakan korban, sebagai haknya.

Kemudian tentang pembakaran korban, pada Imamat 6:8-13 dikatakan, bahwa api di atas mezbah harus dijaga supaya tetap menyala dan jangan sampai padam, karena korban bakaran itu harus tinggal semalam-malaman, sampai pagi. Hal ini menunjukkan, bahwa semangat ibadah kita harus tetap menyala. Jangan hanya menyala saat berada di dalam gereja, ketika selesai beribadah dan baru keluar dari gereja, api itu telah padam. Atau, jangan sampai ketika kita sudah berada di dalam gereja, api tidak menyala. Bila hewan korban sudah terlanjur diletakkan di atas mezbah tetapi api tidak menyala dan dibiarkan, maka daging itu akan membusuk. Jangan sampai kita membiarkan ada kebusukan di dalam gereja.

Api sebagai pembakar adalah api dari Tuhan, yaitu api Roh Kudus dan Firman Allah. Hendaknya ibadah kita yang ada kekuatan dari Firman Pengajaran Mempelai Alkitabiah dan api dari Roh Mempelai mendatangkan kasih yang menyala-nyala kepada Tuhan Yesus sebagai Mempelai Pria Sorga (Kidung Agung 8:6). Roma 12:11 mengatakan, "Janganlah kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan Roh yang membangkitkan kekuatan, kasih, dan ketertiban (2 Timotius 1:7). Roh ketakutan dapat memadamkan api semangat kita kepada Tuhan, sebagai salah satu siasat yang disebarkan oleh iblis. Tetapi Roh Tuhan memberi penghiburan dan pertolongan bagi kita.
 
Kekuatan (power), dalam bahasa Gerika adalah "dunamis", yang artinya kesanggupan atau kemampuan melakukan kehendak Allah. Jika dihubungkan dengan alat Tabernakel pada ruangan suci, menunjuk pada Pelita Emas. Kasih (love), bahasa Gerikanya adalah "agape". Artinya: motivasi untuk melakukan kehendak Allah. Berkaitan dengan alat Mezbah Dupa dalam ruangan suci Tabernakel. Ketertiban (sound mind), yang menurut bahasa Gerika adalah "sophronismos", berarti kebijaksanaan, kearifan, cara-cara melakukan kehendak Allah. Ketertiban ini diatur oleh Firman Allah, sehingga berhubungan dengan alat Meja Roti pada ruangan suci Tabernakel.

Supaya kerajinan kita tidak kendor dan api roh kita tidak padam, maka kita membutuhkan kekuatan, kasih, dan ketertiban di dalam beribadah dan melayani Tuhan. Inilah korban bakaran kita kepada Tuhan. Kasih kita kepada Tuhan Yesus sebagai Mempelai Pria Sorga janganlah dipadamkan oleh apapun, karena Dia adalah Kepala jemaat, yang sampai sekarang menolong kita. Haleluya! zha

 


Post a comment