Ayat Pokok: Keluaran 25:21-22
Kristus sebagai Kepala yang diberikan kepada jemaat-Nya digambarkan seperti tabut atau peti perjanjian, sebagai kepala dari Tabernakel; alat yang pertama dan paling utama, dan diletakkan di ruang mahasuci. Mengapa demikian? Karena pada alat itulah Allah berhadirat dan berfirman kepada bangsa Israel, serta di dalam peti itu terdapat dua loh batu, yang berisi hukum Tuhan yang diberikan kepada bangsa Israel (Keluaran 25:16).
Kedua loh hukum itu merupakan kepala untuk memimpin bangsa Israel dan siapa yang melanggarnya akan berhadapan dengan Tuhan. Alat ini harus ada pada peti perjanjian supaya saat Allah berhadirat dan berbicara atau berfirman kepada bangsa Israel ada kemuliaan yang memenuhi Kemah Suci atau yang disebut dengan shekina glory (Keluaran 40:34-35). Bagi kita sekarang, Kristus sebagai Kepala jemaat harus berada pada urutan yang terutama dan tertinggi, sehingga janganlah kita meremehkan atau menghinakan Dia, yang mengatur segala sesuatunya bagi kita.
Bukti bahwa peti perjanjian merupakan kepala dapat dibaca pada Kitab 1 Samuel 5:1-6. Pada waktu itu peti perjanjian telah dirampas oleh bangsa Filistin, kemudian dibawa ke Asdod dan disimpan di kuil Dagon serta diletakkan di sisi Dagon, berhala orang Filistin. Pada ayat 3 dan 4 jelas tertulis, "Ketika orang-orang Asdod bangun pagi-pagi pada keesokan harinya, tampaklah Dagon terjatuh dengan mukanya ke tanah di hadapan tabut Tuhan; lalu mereka mengambil Dagon dan mengembalikannya ke tempatnya. Tetapi ketika keesokan harinya mereka bangun pagi-pagi, tampaklah Dagon terjatuh dengan mukanya ke tanah di hadapan tabut Tuhan, tetapi kepala Dagon dan kedua belah tangannya terpenggal dan terpelanting ke ambang
pintu, hanya badan Dagon itu yang masih tinggal." Dagon pun takluk terhadap peti perjanjian atau tabut Tuhan. Dan setelah itu Tuhan menghajar orang Asdod dengan berbagai musibah. Walaupun peti tersebut berkali-kali dipindahkan ke kota-kota lain, di sana terjadi musibah bagi orang Filistin.
Terlepasnya peti perjanjian dari Israel hingga berada di tangan orang Filistin merupakan kesalahan bangsa Israel. Akibatnya, selain mengalami kekalahan, mereka juga telah kehilangan kemuliaan Allah atau dalam bahasa Ibrani disebut dengan ikabod. Namun meskipun Filistin sebagai bangsa kafir berhasil merampas peti perjanjian dari tangan Israel, bukan berarti kuasa Tuhan yang ada pada peti perjanjian ikut kalah. Yang terjadi bukanlah suatu kemenangan, melainkan musibah. Mereka ditimpa borok-borok, yang merupakan salah satu kutuk dari Tuhan (Ulangan 28:15, 7). Dagon yang takluk dan tersungkur di hadapan peti perjanjian membayangkan bahwa Kristus sebagai Kepala tidak dapat disejajarkan dengan yang lainnya.
Menyejajarkan peti perjanjian dengan Dagon mengakibatkan musibah yang bertubi-tubi pada bangsa Filistin sehingga akhirnya mereka mengembalikan peti perjanjian kepada orang Israel dan sampai di Bet-Semes. Tetapi beberapa orang Bet-Semes telah lancang membuka dan melihat ke dalam peti perjanjian sehingga Tuhan membunuh 70 orang dari rakyat itu (1 Samuel 6:19). Perlu diketahui bahwa peti perjanjian adalah kepala yang harus dihormati dan jangan diremehkan, karena di dalamnya terdapat 2 loh batu, tongkat Harun yang bertunas, dan buli-buli berisi manna. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita bahwa terhadap Kristus sebagai Kepala, kita tidak usah memaksa ingin melihat Dia, melainkan percaya saja kepada-Nya.
Menurut Ibrani 11:1, iman adalah memercayai apa yang belum atau tidak kita lihat. Memaksa untuk melihat bukanlah iman maupun pengharapan. Hendaknya kita hidup karena percaya, bukan karena melihat (2 Korintus 5:7; 4:18). Dengan adanya pengharapan yang kita nantikan dengan tekun, kita akan melihat kuasa yang dilakukan oleh Kristus sebagai Kepala (Roma 8:24-25).
Kita yang telah menerima Kristus sebagai Kepala hendaknya tetap hidup di dalam Dia, dengan berakar di dalam Dia, dan dibangun di atas Dia. Sebab di dalam Dia telah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allahan dan Dia adalah Kepala terhadap semua pemerintah dan penguasa (Kolose 2:6-10). Oleh sebab itu, janganlah ragu melainkan percaya dan tetap berharap kepada-Nya, sehingga dapat melihat kehebatan kuasa-Nya bagi kita (Efesus 1:19-20), yaitu kemenangan.
Menjadikan Kristus sebagai Kepala berarti menomorsatukan Firman Tuhan di dalam hidup kita. Firman harus berdiam di dalam hati kita agar tidak sampai berdosa kepada Tuhan. Dengan percaya kepada Kristus sebagai Kepala, maka Dia menjadi batu penolong atau eben-haezer, sehingga sampai sekarang kita mengalami pertolongan-Nya. Amin! zha