Pendahuluan
Atas seizin Tuhan, tema KAPPA PMA XIII kali ini terdapat pada 2 Tesalonika 3:3, "Tetapi Tuhan adalah setia. Ia akan menguatkan hatimu dan memelihara kamu terhadap yang jahat."
Tuhan adalah setia, sedangkan yang tidak setia adalah "saya". Mungkin di permulaan mengikut Tuhan, kita begitu menggebu-gebu. Tetapi ketika ada masalah, kesetiaan kita nyaris hilang. Suatu kesetiaan akan terbukti ketika kita melewati kesulitan, menghadapi tantangan-tantangan, dan pada waktu iman kita digoyang oleh pencobaan-pencobaan.
Beberapa teladan kesetiaan dari Alkitab adalah Ayub dan Daniel. Ketika semua anak-anaknya meninggal, segala hartanya habis, istri tidak mendukung sehingga ia menderita seorang diri, Ayub tetap mau menerima apa yang buruk dari Tuhan. Ia setia kepada Tuhan di saat berkelimpahan berkat dan tetap setia ketika mengalami masa-masa yang sulit. Daniel, yang biasa berdoa sehari 3 kali, pada waktu ada perintah yang melarang untuk menyembah Allah atau dewa-dewa yang lain, ia tetap setia melakukannya dan malah berdoa dengan jendela yang terbuka, walaupun resikonya masuk ke dalam lubang singa.
Kita mengenal Yesus sebagai Mempelai Pria. Alkitab kita, dari Kitab Kejadian sampai Kitab Wahyu, seluruhnya bersuarakan mempelai, mulai dari Adam dan Hawa sampai generasi Nuh, berlanjut ke generasi setelah Nuh sampai kepada bangsa Israel, dan sampai kepada kita sekarang. Di dalam Alkitab juga terdapat kitab-kitab khusus tentang mempelai, seperti Rut, Kidung Agung, Yesaya, dan Hosea, yang menampilkan Tuhan sebagai Mempelai yang mengasihi kita, hanya pada saat itu belum terungkap rahasianya.
Tuhan Yesus adalah Mempelai Pria yang setia. Ia ingin mendapatkan istri atau mempelai wanita yang juga setia. Firman Tuhan mengatakan, mempelai perempuan akan menjadi sama dengan Dia. Hal ini berlaku di dalam banyak hal, salah satunya adalah setia. Teladan sempurna dalam kesetiaan hanya pada Yesus. Oleh karena itu bila dikatakan bahwa Tuhan adalah setia, maka Ia benar-benar setia. Saat harus bergumul di taman Getsemani bersama murid-murid-Nya, Yesus mengajak 3 murid inti yaitu Petrus, Yohanes, dan Yakobus untuk berdoa. Kemudian Ia mengambil posisi sepelempar batu di depan mereka, sehingga betul-betul seorang diri. Pada saat itulah, dalam doa pribadi-Nya yang betul-betul berat, Yesus berdoa, "Ya Bapa, kalau boleh cawan ini lalu ...", tetapi Ia juga berserah, "... bukan kehendak-Ku tetapi kehendak-Mulah yang terjadi." Kemudian saat tergantung di kayu salib, dalam puncak penderitaan-Nya Yesus merasa ditinggalkan seorang diri, dengan berkata, "Eloi, Eloi, lama sabakhtani?"
Saat ini kita diperkenalkan bahwa Tuhan adalah setia. Kesetiaan-Nya berlaku sampai hari ini. Walaupun kita tidak setia, Dia tetap setia.(2 Timotius 2:13). Pada Kitab Wahyu 19:11 dikatakan, bahwa penunggang kuda putih nama-Nya: Yang Setia dan Yang Benar. Membandingkan tema KAPPA kali ini: Tuhan adalah setia, kita mengingat tema Paskah 2007 yang lalu yaitu: Kristus adalah benar (1 Yohanes 3:7). Pada Roma 3:4 dikatakan, Allah adalah benar, sedangkan semua manusia adalah pembohong. Bohong artinya sama dengan tidak benar. Roma 3:10 juga menyebutkan: tidak ada yang benar, seorangpun tidak. Untunglah kita mempunyai Tuhan Yesus, karena Kristus telah mati satu kali untuk dosa kita; Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, yaitu kita yang seharusnya dihukum, mati, dan binasa (1 Petrus 3:18).
Oleh sebab itu, hidup kita harus diperbarui oleh Firman Pengajaran Mempelai, sebab hanya pengajaran yang dapat mengubah hidup kita menjadi benar, senantiasa mengalami pembaruan; mulai dari kehidupan suami-istri, kemudian berkembang dengan adanya damai sejahtera di dalam rumah tangga, sampai kepada anak-anaknya hidup dengan benar dan tidak ada kebohongan. Janganlah mencari kebenaran di tempat lain, sebab hanya Kristus yang nama-Nya adalah: Benar. Dia mau membenarkan kita yang tidak benar ini dengan rela mati dan bangkit kembali sehingga kita disebut orang-orang benar. Maka doa orang benar, yaitu orang yang telah dibenarkan oleh korban Tuhan Yesus, besar kuasanya.
Nama Yesus adalah Yang Setia dan Yang Benar. Pada Alkitab terjemahan lama, nama-Nya adalah Setiawan. Kesetiaan-Nya dapat kita baca dalam Wahyu 1:5, bhw Yesus Kristus adalah Saksi yang setia, yang pertama bangkit dari antara orang mati dan berkuasa atas semua raja-raja di bumi. Dia telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darah-Nya (bandingkan dengan 1 Petrus 3:18). Dan kesetiaan-Nya kepada kita yang tidak setia, juga telah dibuktikan dengan Dia yang rela mati telah bangkit kembali. Selayaknya kita bangga kepada-Nya, karena hal ini bukanlah suatu kebetulan. Semuanya telah berada dalam rencana-Nya, untuk melepaskan kita dari dosa dan mengangkat kita kembali supaya menjadi sama dengan Kristus.
SETIA
Dalam bahasa Gerika disebut: pistos. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, setia berarti: 1. patuh, taat; contoh kalimat: Bagaimanapun berat tugas yang harus dijalankannya, ia tetap setia melaksanakan. 2. tetap dan teguh hati (dalam persahabatan, perkenalan); contoh kalimat: Telah sekian lama suaminya merantau, ia tetap setia menunggu. 3. berpegang teguh dalam pendirian dan janji; contoh kalimat: Walau hujan dengan lebatnya, ia tetap setia memenuhi janji pergi ke rumah kawannya.
Kesemuanya itu hanya ada pada Yesus, sebagai teladan sempurna. Setia itu harus patuh dan taat. Apapun tugasnya, harus dikerjakan dengan patuh dan taat walaupun ada rintangan dan halangan. Yang kedua: tetap dan teguh hati; tidak gampang goyah. Sebagai seorang istri yang setia terhadap suaminya, walaupun ada rayuan dari pria lain, dia tetap setia. Demikian pula kita dengan Tuhan, yang seringkali menghadapi rayuan-rayuan untuk tidak beribadah kepada-Nya. Jika kita tetap dan teguh hati, tidak akan mudah dirayu ataupun diancam. Mempelai Sorga pasti membela dan pelihara jika kita tetap setia bagaikan seorang istri terhadap suaminya. Yang ketiga: berpegang teguh dalam pendirian dan janji. Jika kita setia, memang harus ada janji. Di dalam pemberkatan nikah terdapat janji setia. Kesetiaan ini harus ada pendirian yang teguh karena jika tidak, kita pasti jatuh. Kita pun harus berdiri dan berpegang teguh kepada pengajaran yang disampaikan secara lisan dan tertulis.
Kita adalah manusia yang lemah karena ketidaksetiaan kita. Contohnya: dalam ibadah, doa, dan pelayanan. Seringkali kita tidak setia karena kesibukan, bisnis, dan lain-lain. Namun apapun yang terjadi, kita harus belajar setia dalam hal patuh atau taat, tetap dan teguh hati, maupun teguh pada pendirian dan janji. Ada ayat yang mengatakan, bahwa pada saat kita mengalami pencobaan, saat itulah kita mengetahui bahwa Allah adalah setia (1 Korintus10:12-13). Koreksinya terdapat pada ayat 12, yang artinya supaya kita tetap rendah hati, jangan merasa paling kuat, paling hebat, dan kemudian meremehkan yang lain. Kuat di sini baik secara fisik maupun ekonomi. Memang kita harus kuat tetapi jangan merasa kuat (= sombong). Tuhan tidak akan menyertai orang yang sombong. Jika ada orang lain sedang mengalami kondisi yang tidak kuat, janganlah menghina tetapi bantulah dia. Orang yang sombong ketika mengalami pencobaan akan berbahaya bagi dirinya karena ada saatnya dia tidak akan kuat, walaupun pencobaan-pencobaan yang dialami merupakan pencobaan yang biasa. Contohnya: ujian untuk anak SD tentu berbeda dengan ujian yang dialami oleh anak SMP dan seterusnya. Jika Tuhan menganggap tingkat rohani kita harus menjalani ujian setingkat SD, tentu berbeda dengan pencobaan yang dialami oleh orang yang tingkat rohaninya lebih tinggi. Mengikut Tuhan memang harus memikul salib (= mengalami pencobaan) tetapi harus kita jalani dengan setia karena itu tidak akan melebihi kekuatan kita. Jika kita menjalaninya dengan rendah hati, Tuhan akan memberi jalan keluar bagi kita.
1. Patuh dan taat
Yesus patuh dan taat dalam melakukan dan menyelesaikan tugas dari Allah Bapa (Yohanes 4:34), bagaimanapun beratnya. Bekerja sampai selesai juga berarti setia. Makanan-Ku atau rejeki-Ku berarti berkat, seperti yang terdapat juga di dalam doa Bapa Kami. Hendaknya kita meniru teladan Yesus, yang melakukan semua tugas dari Allah Bapa sampai selesai, bagaikan makanan-Nya. Sikap patuh dan taat harus dibuktikan dalam setiap pelayanan, harus kita lakukan sampai selesai dan jangan putus di tengah jalan, selama Tuhan masih memberikan nafas hidup kepada kita. Yohanes 5:36 juga menuliskan, bahwa pekerjaan yang diserahkan Bapa kepada Yesus telah dilaksanakan sampai selesai. Diawali dengan mengosongkan diri-Nya sebagai Allah dan menjadi manusia, sama seperti kita. Dalam keadaan sebagai manusia, Ia memperhamba diri (menjadi pekerja) dengan patuh dan taat, sampai mati di kayu salib (Filipi 2:5-8).
Pada Yesaya 54:5, Tuhan secara nyata memakai kata "suami". Dia yang telah menciptakan kita mau menjadi suami dan penebus, sedangkan kita adalah istri-Nya (ayat 6-8). Sebagai Suami yang patuh dan taat (= setia), Dia hanya sesaat meninggalkan kita dan mau mengambil kita kembali menjadi istri-Nya.
2. Tetap dan teguh hati
Dalam hal persahabatan, Yohanes 15:13-15 menunjukkan Yesus sebagai seorang yang rela menyerahkan nyawa-Nya untuk sahabat-sahabat-Nya, yaitu kita, yang mau melakukan semua perintah-Nya atau Firman Tuhan. Di sini kita disebut sahabat dalam arti: istri Anak Domba. Marilah kita membuka persahabatan dengan Tuhan untuk menjadi istri-Nya, dengan menurut Firman Tuhan berlandaskan kasih. Segala sesuatu yang dilakukan dengan kasih tidak akan terasa berat (1 Yohanes 5:2-3). Sebagai sahabat Yesus, maka segala rahasia Bapa yang didengar-Nya akan diberitahukan kepada kita.
Koreksi pada kita, seringkali kita tidak tetap dan tidak teguh hati kepada Tuhan. Yeremia 3:20 mengatakan, seperti istri yang tidak setia terhadap suaminya, goyah, tergoda, pergi dari suaminya dan menjadi istri orang lain (ayat 1). Maka pada ayat 6-10 digambarkan tentang Israel dan Yehuda yang pura-pura, tidak tetap dan teguh hati kepada Tuhan, seperti perempuan yang bersundal dan murtad. Tetapi Tuhan mau menerima mereka kembali, yang mau mengakui segala kesalahan mereka (ayat 11-13).
Pengajaran Mempelai jangan dicampur dengan persundalan secara rohani seperti penyembahan berhala, bagaikan seorang istri yang tertarik pada rayuan laki-laki lain atau suami yang lain. Jika kita kembali kepada Tuhan dengan pura-pura, tidak mungkin kita dapat merasakan pembelaan dan pemeliharaan-Nya. Sahabat terdekat dari suami adalah istrinya; walaupun mereka tidak harus selalu bersama-sama selama 24 jam tetapi masing-masing dapat mengetahui jikalau salah satunya tidak setia.
3. Berpegang teguh dalam pendirian dan janji
Tuhan yang berjanji kepada kita adalah setia (Ibrani 10:22-23). Pada pasal 11:11, janji dari Tuhan yang setia bahwa Abraham akan mendapatkan keturunan, tetap dipegang oleh Abraham dan Sarah, walaupun usia mereka sudah lewat.
Tetapi seringkali janji Tuhan kita tanggapi dengan sinis sehingga kita tidak mantap. Padahal Dia yang berjanji itu, walaupun mustahil bagi kita, pasti terjadi. Ini berlaku di dalam segala hal. Karena Dia setia, kita harus berpegang teguh kepada janji-Nya. Matius 16:21-23 menyebutkan, bahwa Yesus menegor Petrus yang mencegah janji Tuhan bahwa Yesus harus mati. Dia yang berjanji itu tetap setia, meskipun harus mati di kayu salib, sebagai kegenapan janji-Nya, sehingga tidak dapat dihalangi oleh Petrus sekalipun. Maka walaupun Yesus sudah mati, karena Dia setia dalam janji-Nya, Dia pun bangkit seperti yang diucapkan oleh Kitab Suci, dan tidak dapat dibatalkan.
Sebagai Mempelai Pria Sorga, Dia menggenapi janji-Nya kepada kita. Karena itu kita juga harus berani berjanji untuk setia kepada-Nya. Jangan sampai kita tidak berani berjanji kepada Tuhan, sebab seberat apapun resiko yang kita hadapi, belumlah seberat yang ditanggung Yesus di kayu salib. Seperti Matius 16:24-28, bahwa barangsiapa mau mengikut Yesus, ia harus memikul salib. Tetapi selanjutnya ada janji Tuhan, bahwa sesungguhnya di antara orang yang hadir di sini ada yang tidak akan mati sebelum mereka melihat Anak Manusia datang sebagai Raja dalam Kerajaan-Nya. Jika kita berpegang teguh pada janji Tuhan ini, hal itu dapat terjadi pada kita.
Pada Hosea 2:17-19 tertulis bahwa Tuhan mengikat perjanjian dengan kita supaya binatang-binatang buas tidak akan mengancam kita, tidak ada lagi alat-alat perang, sehingga kita bisa berbaring dengan tenteram. Janji Tuhan ini diberikan kepada kita, istri-Nya, sebab Tuhan berjanji akan menjadikan kita sebagai istri-Nya untuk selama-lamanya, dalam keadilan dan kebenaran, dalam kasih setia dan kasih sayang, dan dalam kesetiaan sehingga kita mengenal Tuhan (sebagai suami).
Mengingat tema KAPPA tahun 2006: Aku kepunyaan Tuhan, di mana Dia telah memanggil, menebus, dan memanggil nama kita, maka sebagai kepunyaan-Nya selayaknya kita setia hanya kepada-Nya, seperti Dia yang telah setia kepada kita dengan segala pengorbanan. Hendaknya kita setia sampai Dia datang kembali dan pintu sorga terbuka bagi yang setia, seperti dalam Matius 25:21 ada upah bagi hamba yang setia, sedangkan ayat 30 merupakan upah bagi hamba yang tidak setia.
Ibrani 3:1-6
Pada bagian ini dua kali dinyatakan bahwa Yesus itu setia. Hal ini hanya dapat dimengerti oleh saudara-saudara yang kudus dan mendapat panggilan sorgawi. Menurut Yesaya 43:1, kita dipanggil menurut nama kita. Panggilan Tuhan ini bukan untuk mati, tetapi supaya kita bersekutu dengan Anak-Nya, Tuhan Yesus Kristus yang adalah setia. Bersekutu berarti kita sebagai mempelai-Nya (1 Korintus 1:8-9). Panggilan-Nya adalah untuk menyempurnakan tubuh, jiwa, dan roh kita (1 Tesalonika 5:23-24). Jangan sampai Tuhan memanggil untuk tubuh kita diserahkan kepada setan sedangkan roh kita selamat. Apabila tubuh kita diserahkan kepada setan, kita akan sengsara oleh siksaan sehingga menghujat Tuhan. Karena ada rahasia bahwa tidak semua dari kita akan mati, maka hendaknya tubuh, jiwa, dan roh kita diserahkan kepada Tuhan untuk disempurnakan menjadi mempelai-Nya.
Saudara-saudara yang kudus berarti yang telah dikuduskan Tuhan, seperti Dia yang memanggil kita adalah kudus. Setelah menjadi kudus, kita harus memandang Rasul dan Imam Besar kita, yaitu Yesus, yang setia. Surat Ibrani adalah surat yang menerangkan Yesus sebagai Imam Besar. Dalam susunan Tabernakel, terkait pada Pintu Tirai, di mana imam besar masuk ke Ruang Mahasuci melaluinya dengan membawa darah dari Mezbah Korban Bakaran dan dupa dari Mezbah Dupa. Itupun hanya setahun sekali.
Rasul adalah utusan Allah. Yohanes 6:44 dan 57 mengatakan bahwa Yesus diutus Bapa. Walaupun secara huruf tidak disebut rasul, Yesus berulang kali mengatakan bahwa Dia diutus oleh Bapa. Sebagai utusan, Dia harus mengerjakan semua yang diperintahkan Bapa sampai selesai. Yohanes 8:15-16, 29 pun mengatakan bahwa Bapa yang mengutus Yesus juga menyertai Dia.
Tuhan Yesus pun mengutus kita untuk melayani seperti Dia yang diutus Bapa. Jika kita sudah diberkati Tuhan dalam Firman pengajaran ini, hendaknya kita mau menjadi utusan yang siap melayani apa yang ditugaskan Bapa kepada kita (Yesaya 6:8-10), walaupun ada tantangan bahwa yang kita layani itu hatinya keras dan tidak semua dapat menerima pelayanan kita dengan senang hati, terutama dalam bentuk pengajaran. Sebagai yang diutus, kita pasti dilindungi dari yang jahat (Yohanes 17:17-19, 9-11, 15) dan damai sejahtera-Nya pasti menyertai kita (Yohanes 20:21). Oleh sebab itu kita diarahkan supaya memandang kepada Yesus sebagai Rasul dan Imam Besar yang setia dan jangan memandang kepada manusia, yang dapat membuat kita tersandung.
Rasul
Surat Ibrani sebenarnya menekankan Yesus sebagai Imam Besar Melkisedek, bukan imam besar Harun. Tetapi terdapat pula Yesus sebagai Rasul, artinya yang diutus. Sebagai utusan, di sini berarti sebagai pengantara, untuk menghubungkan manusia dengan Allah, yang telah terputus sejak manusia jatuh ke dalam dosa. Dalam hal ini Tuhan tidak mengutus malaikat-Nya, karena Allah menghendaki supaya semua manusia diselamatkan. Tuhan Yesus telah menjadi pengantara dalam keadaan-Nya sebagai manusia, dengan menyerahkan diri-Nya menjadi tebusan (1 Timotius 2:3-6). Itu semua dilakukan-Nya karena Bapa sangat mengasihi kita (Yohanes 3:16).
Sebagai utusan Dia sudah datang ke dunia, mati di kayu salib, dan sekarang telah kembali ke sorga menghadap hadirat Allah, untuk kepentingan kita (Ibrani 9:24). Berarti, Dia tidak hanya diam di sorga tetapi masih melaksanakan tugas sebagai pengantara untuk kepentingan kita. Maka jika kita berdoa di dalam nama-Nya, Dia sebagai Suami yang tahu kepentingan-kepentingan kita, pasti menjawab segala doa dan menolong kita sekalian.
Lebih dalam lagi, tugas-Nya adalah sebagai pengantara dari perjanjian baru, yang jauh lebih agung/mulia (Ibrani 9:15; 8:6-11). Karena perjanjian yang pertama telah cacat, Tuhan Yesus mengarahkan kita kepada perjanjian yang baru, di mana Tuhan menaruh hukum-Nya ke dalam hati kita supaya kita mengenal Tuhan, dalam hal ini sebagai Suami/Mempelai. Yesus sebagai Rasul yang mengantar kita kepada perjanjian baru, di mana terdapat pembukaan rahasia bahwa kita dibawa ke Yerusalem sorgawi, yakni jemaat anak-anak sulung yang namanya terdaftar di sorga (Ibrani 12:22-25). Oleh sebab itu, janganlah kita menolak Firman-Nya, yang membuat nama kita terdaftar di sorga. Dan jika kita mengerti bahwa Tuhan adalah setia, hendaknya kita pun mau menjadi utusan Tuhan, menjadi pengantara bagi mereka yang belum mengerti Firman pengajaran.
Tugas Yesus sebagai pengantara masih berlaku sampai sekarang ini karena Dia hidup senantiasa menjadi pengantara kita. Kristus bukan saja mati tetapi Ia telah hidup, sehingga sanggup menyelamatkan dengan sempurna, kita, yang datang kepada Allah (Ibrani 7:25). Oleh sebab itu, apa saja yang kita minta di dalam nama-Nya pasti dikabulkan oleh Bapa di sorga. Pengantara yang telah mati tugasnya berhenti sampai di situ, tetapi karena Yesus hidup, maka sampai saat ini Dia masih bertugas sebagai pengantara kita. Dan karena Dia hidup, kita pun hidup.
Tugas-Nya sebagai pengantara dr perjanjian lama ke perjanjian baru, karena pada perjanjian yang lama ada kekurangan atau tidak sempurna (Ibrani 8:6-7, 10). Tuhan Yesus telah mati untuk menebus pelanggaran-pelanggaran yang terjadi pada perjanjian yang pertama, karena perjanjian pertama (yang kita kenal dengan hukum Taurat) berbunyi bahwa yang melanggar harus dihukum mati (Ibrani 9:15).
Jika kita memperhatikan Kitab Keluaran, mulai dari pasal 20-23 adalah Tuhan memberi Taurat kepada orang-orang Israel melalui Musa. Kemudian Musa menyampaikan kepada orang Israel dan karena mereka percaya, maka mereka serentak menjawab, "Segala Firman yang telah diucapkan Tuhan itu akan kami lakukan." (Keluaran 24:3-8). Taurat Tuhan itu sempurna dan benar. Tetapi tidak ada orang yang dapat dibenarkan karena melakukan hukum Taurat. Sebab melanggar salah satu dari 10 hukum tersebut, dianggap sama dengan melanggar seluruh hukum itu (Yakobus 2:10-11). Tanpa Pengantara, maka tidak ada seorangpun yang selamat. Oleh sebab itu Kristus mau menjadi pengantara sampai saat ini. Tanpa Dia, gereja Tuhan tidak ada yang selamat.
Jadi, selain bertugas sebagai pengantara bagi manusia dengan Allah Bapa sampai mati di kayu salib, Yesus juga menjadi pengantara dari perjanjian lama ke perjanjian baru. Tidak ada perjanjian baru tanpa korban Yesus. Pada terjemahan lama, perjanjian disebut dengan wasiat, yang maknanya lebih kuat karena wasiat akan berlaku setelah yang membuat wasiat mati.
Oleh adanya pengantara ke perjanjian baru, Dia menyanggupkan kita untuk menjadi pelayan-pelayan dari perjanjian baru, yang tidak terdiri dari hukum tertulis tetapi dari Roh (2 Korintus 3:3-6). Bukan berarti perjanjian lama (2 loh batu) itu jelek. Ayat 7-11 mengatakan, bahwa pelayanan perjanjian lama yang tertulis pada 2 loh batu walaupun memimpin kepada penghukuman itu mulia, terlebih mulia lagi pelayanan perjanjian baru yang tertulis pada loh hati kita, yang membawa kepada pembenaran. Walaupun kita bersalah, kita akan diampuni dan dibenarkan. Dan apabila Firman dalam suasana perjanjian baru itu tertulis di dalam hati, maka kita akan mengenal Tuhan dan ada pengampunan terhadap segala kesalahan dan dosa kita (Ibrani 8:10-12).
2 Korintus 3:12-14 mengatakan, pada waktu Musa menerima hukum Taurat, saat ia diliputi kemuliaan, ia menudungi mukanya sehingga pikiran mereka tumpul karena masih ada selubung yang tidak disingkapkan saat membaca perjanjian lama. Firman tanpa penyingkapan hanya merupakan sejarah atau cerita biasa, contoh: kisah Adam dan Hawa. Hanya Kristus, pengantara dari perjanjian lama ke perjanjian baru, yang dapat menyingkapkannya. Pada Perjanjian Baru, kita mengerti bahwa Adam adalah suami. Jika Adam pertama adalah sebagai makhluk yang hidup, maka Yesus sebagai Adam yang akhir adalah Roh yang menghidupkan. Hawa adalah istri dari Adam dan mereka berdua telah menjadi satu daging. Maka dalam Perjanjian Baru kita mengerti bahwa Kristus adala suami dan jemaat adalah istri-Nya. Contoh lainnya, Tabernakel pada Perjanjian Lama hanyalah Tabernakel. Tetapi dalam Perjanjian Baru kita dapat mengerti bahwa Tabernakel adalah mempelai Tuhan.
Janganlah kita hanya heran dengan adanya pengungkapan rahasia Firman dalam versi perjanjian baru, tetapi itu haruslah menjadi pengalaman dalam hidup kita. Jangan sampai pikiran kita menjadi tumpul karena sampai hari ini selubung itu masih menutupi kita. Hati yang masih ada selubung tidak akan dapat melakukan Firman. Apabila selubung itu terbuka dan Firman telah tertulis di dalam hati, kita pasti dapat melaksanakan Firman sehingga kita dapat mengasihi Tuhan Yesus sebagai Mempelai Pria Sorga dan tidak ada yang dapat memisahkan kita dari kasih-Nya.
Imam Besar
Tugas imam besar adalah dalam ibadah. Pada Tabernakel, tugasnya adalah melayani ibadah dalam Tabernakel, masuk ke dalam Ruang Mahasuci. Kita percaya, ibadah kita dihadiri oleh Imam Besar yang melayani ibadah kita.
Tentang Ruang Mahasuci dapat dibaca dalam Ibrani 9:3-5, yang di dalamnya terdapat Peti Perjanjian yang berisi buli-buli emas berisi manna (= percaya), tongkat Harun yang bertunas (= harap), dan 2 loh batu (= kasih). Peti yang berasal dari kayu yang disalut emas menggambarkan kehidupan manusia berdosa yang telah disucikan Tuhan, sedangkan tutup peti yang dari emas murni melambangkan Tuhan Yesus sebagai Mempelai Pria yang menaungi gereja, mempelai perempuan-Nya. Pada tutup peti terdiri dari 3 bagian: tutup (= Tuhan Yesus-Sang Putra), 2 kerub emas yang menggambarkan Allah Bapa dan Allah Roh Kudus, yang masing-masing wajahnya mengarah ke bawah, pada tutup peti, yang seolah-oleh melihat perjuangan Sang Putra dalam mengasihi kita, dengan penumpahan darah.
Jika Ibrani 9:1-10 merupakan imam besar manusia dari keturunan Harun, maka ayat 11-14 menyebutkan bahwa Yesus telah datang sebagai Imam Besar, yaitu Imam Besar Melkisedek. Berbicara tentang imam besar, selain kita dapat menjadi rasul atau yang diutus, kita juga dapat dipercaya atau dipanggil menjadi imam besar dalam ibadah walaupun masih penuh dengan kelemahan (Ibrani 5:1-4). Jabatan ini tidak gampang. Jika sebagai utusan hrs dihadapkan kepada orang-orang yang keras hati, sudah mendengar namun tidak mengerti, sudah melihat namun tidak nampak, maka sebagai imam besar akan dihadapkan pada umat yang jahil dan sesat. Pada imam besar terdapat perhiasan pada dada yang disebut Urim dan Tumim (= terang dan sempurna), di mana jika ada yang main-main terhadap imam besar, maka ia harus berhadapan dengan Tuhan.
Ibrani 9:5-10 merupakan Imam Besar Melkisedek, yakni Imam Besat yang kekal dan Ia harus dilahirkan, harus melewati Pintu Tirai dengan membawa darah-Nya sendiri – bukan darah binatang, yaitu saat Ia harus tergantung di kayu salib dan menyerahkan nyawa-Nya, dengan berkata, "Sudah selesai." Ia adalah satu-satunya Imam Besar yang berhasil menembus Pintu Tirai. Secara nyata, saat menyerahkan nyawa-Nya, tirai Bait Allah terbelah dua. Saat itulah Dia menyelesaikan tugas-Nya. Oleh karena itu sekarang Ia berada di samping kanan takhta Bapa di sorga (Ibrani 8:1-2).
Sebagai pengantara atau yang diutus, Ia juga duduk di samping kanan Bapa; berada di sorga di hadapan hadirat Allah guna kepentingan kita (Ibrani 9:24). Sekarang kita mempunyai Imam Besar agung yang turut merasakan kelemahan-kelemahan kita karena telah ditanggung-Nya di kayu salib, bahkan menolong kita pada waktunya. Dan karena Ia telah menderita karena pencobaan, Ia dapat menolong kita yang dicobai (Ibrani 4:14-16; 2:16-18).
Rasul dan Imam Besar
Allah yang setia telah menampilkan Yesus sebagai Rasul, yang menunaikan tugas sebagai pengantara dan sebagai Imam Besar, yang menunaikan tugas pelayanan ibadah yang menembus Pintu Tirai. Yohanes 1:29 menuliskan, "Lihatlah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia". Dalam hal ini dihubungkan dengan tugas Yesus sebagai pengantara bagi manusia dengan Allah. Kemudian diulang lagi pada ayat 35-36 dengan: "Lihatlah Anak Domba Allah!" Dan setelah dikatakan demikian, kedua murid Yohanes itu mengikut Yesus (ayat 37-39). Di sini menunjukkan bahwa Yesus sebagai Imam Besar, karena Dia bertanya, "Apakah yang kamu cari?" Mereka menjawab, "Rabi, di manakah Engkau tinggal?" Tabernakel adalah tempat tinggal Allah, di mana Dia mau tinggal bersama-sama kita (Yohanes 1:14). Imam Besar Yesus berhubungan dengan tempat tinggal-Nya atau tempat Dia berhadirat. Pelayanan-Nya sebagai Imam Besar telah menembus Pintu Tirai Ruang Mahasuci Tabernakel, hubungannya adalah supaya Dia dapat tinggal bersama-sama dengan kita.
Tinggal bersama-sama = bertabernakel.
Wahyu 19:7 menuliskan: hari perkawinan Anak Domba. Tidak disebut perkawinan Tuhan Yesus atau perkawinan Anak Allah. Pada ayat 9 juga dikatakan: perjamuan malam kawin Anak Domba. Bahkan diperjelas lagi bahwa perkataan atau Firman ini adalah benar. Oleh sebab itu Pengajaran Mempelai haruslah berdasarkan Alkitab, krn benar-benar merupakan Firman Allah. Wahyu 21:9 pun menuliskan: pengantin perempuan, mempelai/istri Anak Domba.
Yohanes Pembaptis sejauh itu memperkenalkan Yesus sebagai Anak Domba Allah karena dia adalah sahabat dari mempelai pria (Yohanes 3:29). Jika kita memandang Yesus yang setia sebagai Rasul dan Imam Besar, kita yang adalah kepunyaan Tuhan sendiri (= sebagai istri) pasti mendapat pembelaan dan pemeliharaan-Nya (= sebagai Suami kita).
Tuhan Yesus sebagai Anak Domba Allah juga menjamin kemenangan bagi kita, yang telah dipanggil, dipilih dan yang setia (Wahyu 17:14). Janganlah kita hanya bangga pada status terpanggil dan dipilih. Jika tidak setia, apa gunanya? Tidak akan ada kemenangan. Dipanggil adalah untuk percaya kepada-Nya. Kemudian dipilih adalah untuk berpengharapan kepada-Nya. Setia adalah dalam tingkatan kasih. Tidak ada kesetiaan tanpa kasih. Oleh sebab itu kita harus setia kepada Mempelai Pria Sorga dengan dilandasi kasih. Yesus disebut Tuhan di atas segala tuhan, maksudnya dalam menyelesaikan tugas sebagai pengantara. Sedangkan Raja di atas segala raja berhubungan dengan Imam Besar, di mana Ibrani 7:1 juga menyebutkan bahwa Yesus sebagai Imam Besar adalah Raja Damai. Bersama Dia yang setia, kita yang setia pasti berkemenangan. Tuhan memberkati, Haleluya! zha