Ayat Pokok: Efesus 5:25
Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya sampai mati di kayu salib (Efesus 5:25; Filipi 2:6-8). Inilah kasih Tuhan Yesus sebagai Suami dan jemaat adalah istri-Nya. Oleh sebab itu kita sebagai jemaat-Nya harus mengasihi Dia sebagai Suami. Namun masih banyak orang Kristen, yang memiliki Alkitab yang sama, tidak meyakini bahwa Kristus adalah Suami bagi jemaat.
Kasih Kristus terhadap jemaat tidak perlu kita ragukan lagi karena telah Dia buktikan. Justru kasih kita kepada-Nyalah yang masih perlu dipertanyakan, seperti Yesus yang bertanya sampai 3 kali kepada Simon Petrus tentang kasihnya kepada-Nya (Yohanes 21:15-17). Jika dihubungkan dengan Tabernakel, maka pertanyaan Yesus yang pertama tentang kasih Petrus ini bagaikan kasih pada tingkat halaman, yaitu kasih kepada Yesus secara umum, yang mungkin masih bisa terkeluar dari Tabernakel. Pada pertanyaan yang kedua kali, bagaikan kasih pada tingkat ruangan suci. Ini merupakan kasih kepada Tuhan yang disertai pengorbanan; masih lebih baik dari pada kasih secara umum. Dan pertanyaan Yesus yang ketiga menyangkut kasih pada tingkat ruangan maha suci Tabernakel. Ini merupakan kasih yang menyentuh hati, seperti Petrus yang kemudian bersedih hati ketika untuk ketiga kalinya Tuhan Yesus bertanya, apakah ia mengasihi Yesus. Oleh sebab itu, kasih kita kepada Kristus hendaknya semakin meningkat, sampai betul-betul menyentuh hati dan tidak ada yang tersembunyi di hadapan-Nya. Mengasihi Tuhan janganlah berhenti sebatas kata-kata, melainkan harus keluar dari hati yang tulus dan sungguh-sungguh, dari hati yang telah dikerjakan oleh Firman. Rasul Paulus dalam suratnya di dalam 2 Korintus 12:1-4, telah bersaksi bahwa ia mendapat penglihatan, tiba-tiba diangkat sampai ke tingkat ketiga dari sorga. Hal ini membayangkan sampai ke tingkat ruangan maha suci dari Tabernakel, di mana terdapat alat Peti Perjanjian, tanda persekutuan antara Mempelai Pria dan jemaat sebagai mempelai perempuan-Nya.
Kristus telah mengasihi jemaat bagaikan Adam yang akhir, yang berasal dari Roh yang hidup (1 Korintus 15:45). Saat Allah menciptakan perempuan bagi Adam, Ia membuat Adam tidur nyenyak dan kemudian mengambil salah satu rusuknya untuk diciptakan-Nya menjadi seorang perempuan. Karena itulah, berlaku hukum bahwa seorang istri harus tunduk kepada suaminya sendiri dan seorang suami harus mengasihi istrinya sendiri disertai dengan pengorbanan, yaitu dengan membela dan memelihara.
Tidur nyenyak adalah tanda kematian, seperti Yesus yang mati setelah menyerahkan nyawa-Nya (Yohanes 19:30, 32-33). Kematian Yesus ini sesuai dengan apa yang pernah Ia katakan dalam Yohanes 10:11, 17-18, bahwa Ia berkuasa menyerahkan nyawa dan berkuasa untuk mengambil nyawa-Nya kembali. Andaikata Yesus tidak menyerahkan nyawa-Nya, tentulah Ia tidak akan mati. Dan ketika para algojo melihat bahwa Ia telah mati, maka tulang kaki-Nya tidak dipatahkan. Tetapi salah satu prajurit kemudian menikam lambung-Nya dengan tombak sehingga keluar darah dan air (ayat 34). Kejadian ini mirip seperti Adam yang dibuat tidur lelap dan kemudian Tuhan mengambil salah satu rusuknya.
Tanda darah dan air pasti menyertai proses seorang ibu yang melahirkan anaknya. Baru kemudian ada tanda roh sebagai bukti adanya kehidupan dari anak yang dilahirkannya. Tanda darah dan air yang keluar dari lambung Yesus merupakan tanda kelahiran jemaat, kawanan domba yang digembalakan untuk menjadi mempelai Tuhan (Kisah Para Rasul 20:28).
Sebenarnya, kesempatan menjadi mempelai Tuhan ditujukan kepada umat Israel. Tetapi karena mereka telah menjadi domba yang tersesat dan terhilang, maka Tuhan Yesus harus mati di kayu salib (Matius 10:6; 15:24; Yohanes 10:11, 15). Sedangkan kita adalah golongan domba-domba lain, yang bukan dari kandang (Yohanes 10:16). Kita adalah domba-domba liar, yaitu bangsa kafir. Kesempatan untuk kita menjadi mempelai Tuhan terbuka ketika lambung Yesus ditikam sehingga mengeluarkan darah dan air, karena dengan demikian kita dapat masuk ke dalam satu kawanan domba Israel dan digembalakan dengan satu gembala.
Janganlah kita sia-siakan kesempatan berharga ini dengan tetap berada di dalam kandang penggembalaan-Nya dan mengasihi Dia dengan sepenuh hati, seperti kasih di dalam Kidung Agung 8:6-7. Apabila kita mengasihi Yesus sebagai Mempelai Pria Sorga dengan kasih yang tidak terpadamkan, maka kita akan merasakan pembelaan dan pemeliharaan-Nya karena Kristus telah mengasihi jemaat. Haleluya! zha