Ayat Pokok: 1 Samuel 7:10-14
Suatu kebenaran Firman bila kita menjunjung
tinggi Tuhan Yesus sebagai Kepala, baik dalam nikah, rumah tangga, maupun
jemaat. Pada 1 Samuel 4:20-22, bangsa Israel (= jemaat) dikalahkan oleh bangsa
Filistin dan keluarga imam Eli mengalami kedukaan yang dahsyat dengan matinya
anak-anak iman Eli, Hofni dan Pinehas (= rumah tangga) saat mengangkat tabut
Allah dalam perang, serta istri Pinehas harus melahirkan anaknya dalam kondisi
yang demikian (= nikah). Secara fisik, kepala adalah kemuliaan pada manusia
yang diciptakan Tuhan. Tanpa Kepala, semua kegagalan berarti ikabod,
kemuliaan yang telah hilang. Jika Kristus menjadi Kepala, maka ada kabod
atau kemuliaan Allah.
Hosea 4:6-10 menggambarkan sikap umat yang
tidak menempatkan Tuhan sebagai Kepala. Jika kita menolak pengenalan kepada
Tuhan maka Tuhan pun akan menolak kita menjadi imam-Nya; jika melupakan Firman
pengajaran, maka Tuhan pun akan melupakan anak-anak kita. Akibatnya kemuliaan
kita akan ditukar dengan kehinaan alias dipermalukan. Nasib orang yang tidak
ada kemuliaan karena meninggalkan Tuhan: akan makan tetapi tidak menjadi
kenyang dan menuruti hawa nafsu tetapi tidak mendapat kepuasan.
Kegagalan atau kekalahan bangsa Israel dari
Filistin adalah karena mereka telah bersundal kepada Baal dan Asytoret (=
mempelai palsu) sehingga kemuliaan Allah telah hilang dari mereka. Jika
kemuliaan Allah sudah lenyap, maka aiblah yang menjadi kemuliaan bagi mereka
dan bertuhankan perut mereka (Filipi
3:18-19).
Supaya kemuliaan itu kembali, tempatkanlah Dia sebagai Kepala dengan beribadah
hanya kepada-Nya (1 Samuel 7:3-4), sehingga kita yang hina ini akan diubah
menjadi tubuh yang sama mulia dengan Dia (Filipi 3:20-21).
Eben-haezer berasal dari bahasa Ibrani yang
berarti batu penolong; sampai sekarang Tuhan menolong kita. Dengan Tuhan
sebagai Kepala maka ada Eben-haezer, baik secara kebersamaan (= kita) maupun
secara pribadi (= aku). Selain pribadi-Nya sebagai Kepala, Tuhan juga adalah
batu hidup. Dan jika kita telah benar-benar mengecap kebaikan Tuhan, hendaknya
kita datang kepada-Nya sebagai batu hidup, yang walaupun dibuang oleh manusia,
Ia dipilih dan dihormat di hadirat Allah (1 Petrus 2:3-4). Tuhan Yesus disebut
batu hidup karena Dia adalah Yang Hidup (Wahyu 1:17-18). Ia telah mati, namun
sekarang Ia hidup. Kita tidak dapat meminta pertolongan kepada orang yang mati.
Dan karena Dia hidup, maka Dia sanggup menolong kita. Oleh karena itu, saat
menghadapi persoalan, janganlah terfokus pada persoalan itu sendiri tetapi
ingatlah pada segala kebaikan Tuhan yang telah kita alami di masa lalu. Maka
untuk seterusnya Tuhan tetap menyatakan kebaikan-Nya dengan menolong kita.
Barangsiapa percaya kepada batu hidup, yang
telah menjadi batu penjuru yang mahal, yaitu kepala dari suatu bangunan, ia
tidak akan dipermalukan (1 Petrus 2:6-7). Tuhan Yesus adalah Batu yang mahal
bagi kita yang percaya. Jika tidak percaya, maka batu itu telah menjadi batu
sandungan. Pada 1 Samuel pasal 4, karena tidak percaya kepada batu penjuru,
maka Israel dipermalukan. Tetapi pada pasal 7, setelah percaya kepada batu
hidup, mereka tidak dipermalukan.
Tuhan Yesus sebagai Batu hidup telah
menanggung segala kehinaan kita dalam tanda kematian-Nya sehingga kemuliaan
tidak ada sama sekali pada-Nya (Lukas 18:31-33; Mazmur 69:5, 20-22), ditandai
dengan terjadi kegelapan pada pukul 12 siang sampai jam 3. Kayu salib sebagai
tempat yang hina dan Ia telah menjadi batu yang dibuang oleh tukang-tukang.
Namun Dia telah melewati tanda kematian itu (ditaburkan dalam kehinaan) dan
hidup atau dibangkitkan dalam kemuliaan (1 Korintus 15:43). Karena kuasa
kebangkitan Tuhan Yesus, maka kemuliaan Tuhan turun. Kita yang dulu
dipermalukan, sekarang mendapat kemuliaan karena Tuhan Yesus telah menjadi batu
penolong bagi kita. Eben-haezer!
zha