Ayat Pokok: Yohanes 2:1-11
Kristus adalah Kepala jemaat, sama seperti
suami yang adalah kepala dari istri (Efesus 5:23). Tetapi tidak kepada
sembarang jemaat, sebab tidak semua jemaat mau diarahkan menjadi mempelai-Nya.
Tuhan Yesus memang mengasihi kita semua tetapi hanya ada satu-satunya yang
paling dikasihi, yaitu istri-Nya, sidang jemaat yang menjadi mempelai
perempuan-Nya. Seperti yang dikatakan dalam Kidung Agung 6:8-9, “Permaisuri ada
60, selir 80, dan dara-dara tak terbilang banyaknya. Tetapi dialah satu-satunya
merpatiku, idam-idamanku, satu-satunya anak ibunya, anak kesayangan bagi yang
melahirkannya ...”
Pada Injil Yohanes pasal 2 terdapat dua
peristiwa di mana Yesus bertindak sebagai Kepala. Pada perkawinan di Kana,
Yesus adalah Kepala dalam nikah. Sedangkan ketika Yesus menyucikan Bait Allah,
Ia bertindak sebagai Kepala dalam jemaat. Dua hal ini saling berkaitan karena
jemaat terdiri dari kumpulan nikah dan rumah tangga. Bagaimana dengan mereka yang
belum atau tidak menikah? Mereka pun termasuk dalam nikah karena merupakan buah
dari nikah (hasil dari pernikahan). Karena itu hal pertama yang Tuhan kerjakan
adalah nikah baru kemudian terhadap jemaat. Apabila nikah beres, maka jemaat
pun beres dan diberkati.
Sebuah pernikahan tidak akan sempurna jika
tidak menempatkan Kristus sebagai Kepala. Pada perkawinan di Kana memang sudah
ada kepala, yakni kepala perjamuan atau pemimpin pesta (Yohanes 2:9) dan si
mempelai laki-laki sebagai kepala dari istri. Walaupun sudah diperhitungkan
secara akal manusia, kepala perjamuan bisa gagal dalam memimpin pesta serta
mempelai laki-laki gagal nikahnya karena kehabisan anggur. Untunglah Tuhan
Yesus diundang dalam pesta itu dan tentunya diberi tempat yang baik serta terhormat.
Hendaknya kita pun mengundang Tuhan Yesus sebagai Kepala di dalam pribadi,
nikah, dan berjemaah, melalui sikap dalam ibadah dan pelayanan, serta dalam
kehidupan kita sehari-hari.
Kedudukan Yesus sebagai Kepala diakui oleh
Maria, ibu-Nya secara jasmani namun sebenarnya hanyalah hamba yang dipakai
Tuhan untuk melahirkan-Nya. Yesus adalah Kepala karena Ia adalah Laki-laki,
yang merupakan kepala dari perempuan. Karena itulah ketika terjadi kehabisan
anggur dalam pesta itu dan Maria memberitahu Yesus, dalam status-Nya sebagai
Kepala, Yesus memanggil Maria: perempuan (Yohanes 2:4). Sebutan ini adalah
terjemahan Alkitab yang benar, bukannya: ibu. Maria pun tidak tersinggung
dikatakan demikian dan ia berkata kepada pelayan-pelayan supaya melakukan apa yang
diperintahkan Yesus kepada mereka (ayat 5).
Disebutkan dalam Yohanes 2:1-2, bahwa pada
hari ketiga ada perkawinan di Kana yang di Galilea. Hari ketiga, kita
diingatkan pada kebangkitan Yesus dari antara orang mati dan kuasa
kebangkitan-Nya sangatlah hebat bagi kita yang percaya (Efesus 1:19-23). Dengan
menghargai Kristus sebagai Kepala yang telah diberikan kepada jemaat-Nya, kita
pasti mengalami kehebatan kuasa dari Mempelai Pria karena Ia telah mati namun
sudah bangkit dan hidup untuk selama-lamanya (Wahyu 1:17-18) dan kuasa-Nya
tetap sama (Ibrani 13:8).
Kehabisan anggur bukanlah suatu permasalahan
yang kecil karena anggur adalah tanda sukacita sehingga bila anggur habis, maka
tidak ada lagi sukacita dalam nikah dan ini merupakan kegagalan. Karena itulah
Tuhan Yesus sangat peduli terhadap nikah sehingga mengadakan mujizat-Nya yang
pertama. Berikutnya pada Yohanes 4:46-54 terdapat mujizat kedua yang dilakukan
oleh Yesus, yaitu kepada anak sebagai buah dari nikah, yang sakit dan hampir
mati namun diselamatkan-Nya. Apabila kita menghargai Yesus sebagai Kepala, maka
dapat terjadi mujizat dalam nikah maupun rumah tangga sehingga merupakan berkat
di dalam jemaat, sebagai mempelai perempuan-Nya.
Mengapa Yesus dapat mengubah air menjadi
anggur? Karena Ia adalah Pokok anggur yang benar (Yohanes 15:1). Dalam proses
mengubah air menjadi anggur, tempayan-tempayan Ia perintahkan supaya diisi
penuh dengan air. Sebagaimana adat bangsa Yahudi, tempayan itu berfungsi untuk
pembasuhan kaki. Kita diingatkan pada kisah Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya
karena Ia mengasihi mereka (pasal 13:1, 4-5). Hal ini menjadi teladan bagi kita
supaya saling membasuh kaki (ayat 14), yaitu dengan saling mengampuni. Hal ini
harus dimulai dari nikah suami dan istri yang kemudian berlanjut kepada orang
tua dan anak. Kasih akan menutupi banyak sekali dosa apabila ada saling
mengampuni (1 Petrus 4:8). Dalam keadaan kaki yang kotor atau tidak mau
mengampuni, maka Tuhan tidak akan mengadakan mujizat.
Mujizat dapat terjadi bila kita taat sepenuhnya
pada perintah Tuhan Yesus sebagai Kepala, walaupun seringkali sukar dimengerti
oleh akal manusia. Dari air yang diisikan pada tempayan pembasuh kaki dapat
berubah menjadi anggur. Dengan saling mengampuni maka air yang rasanya tawar
dapat berubah menjadi anggur yang manis dan memberi kesukaan di dalam nikah
kita. Amin. Haleluya.
rk