Ayat Pokok: Mazmur 74:20
Menjelang kedatangan Tuhan, dunia ini sudah semakin gelap. Oleh sebab itu, kita harus menjadi anak-anak terang untuk menanti kedatangan Mempelai Pria, seperti dara-dara membawa pelita yang tetap menyala. Jangan sampai pelitanya padam sehingga gelap, karena nanti akan ditempatkan di tempat gelap, yakni dalam kekuasaan antikristus. Hendaknya kita berjaga-jaga dan siap sedia dengan pelita yang menyala; sudah bukan waktunya bersantai-santai dalam menyambut kedatangan-Nya.
Ayat pokok di atas mengatakan, pandanglah kepada perjanjian (Firman), sebab tempat-tempat gelap di bumi penuh dengan sarang kekerasan. Tidak ada seorangpun yang dapat mengendalikan kekerasan, baik di luar maupun di dalam rumah tangga. Kekerasan yang terjadi pada zaman Nuh menggambarkan keadaan dunia sekarang ini: pesta pora/makan minum, kawin-mawin, dan kekerasan.
Nuh adalah contoh anak-anak terang karena ia adalah seorang yang benar, tidak bercela di antara orang-orang sezamannya, dan hidup bergaul dengan Allah (Kejadian 6:9-13). Allah adalah terang. Anak-anak terang pasti hidup bergaul dengan Allah. Sementara itu, bumi penuh dengan kekerasan dan sungguh rusak, sebab semua manusia menjalankan hidup yang rusak di bumi. Hidup bergaul dengan Allah ditunjukkan dengan beribadah kepada Allah dan melayani, yaitu mengikuti segala aktivitas yang ada di dalamnya dan tidak menentang. Jangan sampai roh kekerasan masuk ke dalam gereja. Contoh: orang-orang yang berjual beli di dalam Bait Allah.
Kekuatan Firman Pengajaran Mempelai Alkitabiah menjadi modal bagi kita dalam menghadapi kekerasan dunia ini (Yehezkiel 7:10-11, 22-27) dan jangan sampai kita kehilangan kesempatan untuk menerimanya. Pada waktu terjadi kekerasan, tidak ada tempat yang aman. Yang di luar kota akan mati oleh pedang, sedangkan yang ada di dalam kota binasa oleh kelaparan dan penyakit sampar (ayat 14-15). Oleh kekuatan Firman yang kita percaya, ada janji bahwa Tuhan sekali-kali tidak akan membiarkan dan meninggalkan kita (Ibrani 13:5b).
Kekerasan berawal dari anak-anak Allah yang kawin dengan anak-anak manusia/daging. Pada waktu itu, Nuh adalah generasi kesepuluh dari Adam. Nah, apalagi dengan zaman kita? Orang yang meninggalkan dan membiarkan Tuhan hanya karena kawin dengan anak-anak manusia/di luar Tuhan, maka saat terjadi kekerasan, Tuhan akan membiarkan dan meninggalkannya.
Penyebab kekerasan (Yakobus 3:13-16) adalah iri hati, mementingkan diri sendiri, tidak ada hikmat yang lemah lembut. Jika ada iri hati dan mementingkan diri sendiri, di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat. Iri hati dan mementingkan diri bukanlah hikmat yang datang dari atas, tapi dari dunia, dari nafsu manusia (daging), dan dari setan-setan (iblis).
Orang yang bersahabat dengan dunia berarti bermusuhan dengan Allah (Yakobus 4:4). Dunia ibarat air. Kita memang butuh air tetapi manusia tidak mungkin bisa hidup di dalam air. Kita bisa menggunakan segala fasilitas dunia tetapi janganlah tenggelam di dalam cara dan pergaulan dunia. Keinginan daging juga merupakan seteru Allah, karena tidak takluk kepada hukum Allah. Dan mereka yang hidup di dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah (Roma 8:7-8). Iblis sudah pasti adalah musuh Allah karena dialah yang berkuasa atas maut, sehingga Tuhan menaklukkan iblis di bawah kaki-Nya (1 Korintus 15:24-26; Ibrani 2:14).
Perlindungan kita hanya ada pada Yesus sebagai Kepala, di mana segala musuh, yaitu dunia, daging, dan setan, telah ditaklukkan di bawah kaki-Nya (Efesus 1:21-23). Sebagai Kepala, Dia tidak akan membiarkan dan meninggalkan kita saat menghadapi kekerasan. Amin!