PAPMA "KASIH"
Perkumpulan Pengajaran Mempelai Alkitabiah "Kasih"
Register    
slide1
slide2
slide3

Jul
3

Bergaul dengan Allah

Bergaul dengan Allah
Uncategorized
Kehidupan kita di dunia ini adalah kehidupan dengan pergaulan yang luas, dengan bermacam-macam orang dari berbagai latar belakang. Tetapi pernahkah kita pikirkan, bahwa pergaulan yang buruk dapat merusak kebiasaan yang baik?

Mari kita membaca dalam Yohanes 4:7-10. Dalam ayat ini disebutkan bahwa antara orang Yahudi dan orang Samaria tidak bergaul. Mengapa demikian? Jika kita teliti dalam kisah ini, diceritakan bahwa Tuhan Yesus bertemu empat mata dengan perempuan Samaria sebab semua murid-murid-Nya sedang membeli makanan. Seharusnya jika menurut aturan orang Yahudi pada masa itu, Tuhan Yesus sebagai seorang Yahudi  tidak boleh berbicara atau meminta minum kepada perempuan Samaria ini. Apakah hal ini karena Tuhan Yesus tidak mengetahui bahwa perempuan ini seorang Samaria? Tentu saja Tuhan Yesus tahu. Tuhan adalah Tuhan yang Mahatahu akan segala keadaan kita, bahkan sampai hal-hal terdalam dan sangat pribadi tidak tersembunyi di hadapan-Nya. Bahkan, bukan hanya mengetahui keadaan kita, tetapi Dia juga mau menolong dan menyelesaikan segala permasalahan hidup kita.

Tuhan Yesus mengetahui bagaimana keadaan perempuan Samaria ini, bahkan kehidupan nikahnya yang tidak benar. Tuhan mau menolong dan menyelesaikannya. Dapat dikatakan, jika perempuan Samaria ini dapat bertemu dan berbicara dengan Tuhan Yesus, itu merupakan suatu karunia Tuhan baginya. Padahal dalam Matius 10:5-6 dituliskan bahwa pada saat Tuhan mengutus murid-murid-Nya, Tuhan melarang mereka masuk ke kota orang Samaria. Demikian juga dari pihak orang Samaria, dalam Lukas 9:53 diceritakan bahwa saat Yesus dalam perjalanan ke Yerusalem, hendak singgah ke desa orang Samaria, Tuhan ditolak. Jadi sangat jelas sekali  menunjukkan bahwa orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria.

Orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria dikarenakan orang Samaria merupakan keturunan dari orang Israel atau Yahudi yang menikah dengan orang kafir. Tuhan sendiri pun tidak menghendaki terjadinya percampuran antara Yahudi dan kafir supaya bangsa Yahudi tidak terpengaruh dan jatuh dalam penyembahan berhala. Pengertian secara rohani bagi kita, kita yang telah dilahirkan baru oleh benih Firman sebagai anak-anak Allah, jangan lagi hidup kita tercampur dengan kekafiran yang tidak mengenal dan menyembah Allah.

Dalam Kejadian 6:1-4 dituliskan sebuah kisah pada zaman Nuh. Saat manusia bertambah banyak di muka bumi maka tercampurlah anak-anak Allah - yaitu keturunan Habel yang lahir melalui Set, dengan anak-anak manusia – yaitu keturunan Kain.  Akibat pernikahan campuran antara anak-anak Allah dengan anak-anak manusia, lahirlah orang-orang raksasa di bumi. Di ayat 5-7 dituliskan bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata sehingga hal itu memilukan hati Tuhan dan membuat Tuhan menyesal telah menciptakan manusia. Bahkan Tuhan hendak menghapuskan manusia.

Kita lihat bahwa kehidupan rohani yang bercampur dengan kehidupan kafir, mengakibatkan kejatuhan dalam dosa dan kejahatan yang berakhir ditimpa malapetaka. Dalam Ulangan 32:15-18 "orang raksasa” yang lahir karena percampuran anak-anak Allah dengan anak-anak manusia digambarkan sebagai "Yesyurun” yang bertambah gemuk, gendut dan tambun. Pada ayat 18 kita tahu Yesyurun sebagai  anak dari "Gunung Batu”, itulah Allah yang setia seperti tertulis dalam ayat 4.

Jadi, Yesyurun sebenarnya adalah "anak-anak Allah”. Namun sayang sekali setelah menjadi bertambah gemuk, gendut dan tambun, dia malah meninggalkan Tuhan, memandang rendah bahkan lebih buruk lagi membangkitkan cemburu dan sakit hati Tuhan dengan menyembah allah lain, allah asing yang bukan Allah dan tidak dikenalnya. Kita harus berwaspada jangan sampai hal seperti ini justru terjadi dalam hidup kita. Karena selain terancam ditimpa malapetaka, kepada orang yang seperti ini ibadah dan doanya pun menjadi sia-sia karena Tuhan tidak mau mengindahkan.

Yeremia 5:27-31 mengatakan bahwa jika terus hidup dalam kejahatan yang menyakitkan hati Tuhan, maka akan menjadi "raksasa” yang pada ayat ini disebut "menjadi orang besar dan kaya, gemuk dan gendut”, yang lebih menyukai pengajaran palsu.

Ada teladan yang baik dalam Kejadian 6:11-12, yaitu Nuh yang hidup di tengah-tengah bumi yang rusak dan penuh kekerasan. Nuh disebut sebagai seorang yang benar, tidak bercela dan hidup bergaul dengan Allah sehingga Nuh mendapat  kasih kasih karunia di mata Tuhan. Ini berarti Nuh tidak terpengaruh dengan pergaulan yang buruk. Ia tidak terpengaruh dengan hidup kekafiran. Ia tidak bercampur dengan orang-orang raksasa atau orang-orang yang "gemuk, gendut dan tambun” dalam dosa dan kejahatan. Nuh adalah orang yang menjaga hidupnya sebagai anak-anak Allah yang selalu bergaul dengan Allah. Sehingga pada saat malapetaka air bah melanda, Nuh dan keluarganya selamat.

Keadaan pada zaman Nuh ini menggambarkan keadaan pada akhir zaman. Hal ini dapat kita lihat dalam Wahyu 22:11, "Barangsiapa yang berbuat jahat, biarlah ia terus berbuat jahat; barangsiapa yang cemar, biarlah ia terus cemar; dan barangsiapa yang benar, biarlah ia terus berbuat kebenaran; barangsiapa yang kudus, biarlah ia terus menguduskan dirinya!” Dapat dikatakan pada akhir zaman akan terdapat dua kelompok, yaitu bagaikan orang-orang raksasa yang semakin jahat dan dan cemar atau najis, dan bagaikan Nuh yang semakin benar dan kudus.

Baiklah kita berwaspada untuk tidak terseret dalam pergaulan yang buruk, hidup dalam kekafiran sehingga bertambah jahat dan cemar, namun kita semakin dibenarkan dan dikuduskan dalam Firman Tuhan sehingga kita diselamatkan dan mendapatkan hidup yang kekal dalam kota Yerusalem baru, kota mempelai perempuan Tuhan.

Sebagai anak-anak Allah kita harus berpendirian teguh di atas Firman yang telah kita terima dalam Pengajaran Mempelai Alkitabiah serta senantiasa bergaul dengan Allah. Tuhan Yesus, Mempelai Pria Sorgawi memberkati kita! Amin. mr




Post a comment