Mengasihi Saudara
Uncategorized
Pada mulanya, Adam dan Hawa hidup penuh kebahagiaan di Taman Eden. Mereka tidak perlu bersusah payah mencari makanan karena semuanya telah disediakan Tuhan. Bahkan lebih berbahagia lagi karena mereka hidup bersama dengan Tuhan. Namun pada saat mereka jatuh dalam dosa, mereka diusir dari dalam Taman Eden. Dengan bersusah payah mereka harus mencari rezeki dari tanah seumur hidup, namun yang dihasilkan hanyalah semak duri dan rumput duri, akibat karena tanah telah terkutuk. Dengan berpeluh mereka mencari makanan sampai mereka kembali menjadi debu. Ditulis dalam Kejadian 3:17-19, "Lalu firman-Nya kepada manusia itu: "Karena engkau mendengarkan perkataan isterimu dan memakan dari buah pohon, yang telah Kuperintahkan kepadamu: Jangan makan dari padanya, maka terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu: semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makananmu; dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu."
Setelah Adam dan Hawa keluar dari Taman Eden, mereka memiliki anak, Kain dan Habel. Masing-masing keduanya mempersembahkan korban kepada Tuhan. Kain mempersembahkan korban dari hasil tanah yang diolahnya, dan Habel mempersembahkan korban dari kambing domba gembalaannya. Namun berbeda dengan Habel, persembahan dari Kain tidak berkenan kepada Tuhan. Tuhan menghendaki korban itu harus ada tanda darah artinya suatu pengorbanan, dapat berupa juga suatu penderitaan atau pencobaan. Hal ini sesuai dengan apa yang ditulis dalam 2 Timotius 3:12, "Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya.”
Namun sekalipun ibadah itu dengan pengorbanan, tetapi jika dilakukan dengan rasa cukup, artinya dilakukan bukan karena maksud-maksud lain atau dengan pamrih tertentu maka memberikan keuntungan yang besar, sebagaimana dapat kita baca dalam 1 Timotius 6:6-8, "Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kita pun tidak dapat membawa apa-apa ke luar. Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah.” Kita harus belajar merasa cukup, asal ada makanan dan pakaian itu sudah cukup. Kita belajar bersyukur dengan apa yang kita punyai, bukan selalu merasa kurang dan tidak puas dengan apa yang ada pada kita.
Karena korban Kain tidak diterima Tuhan, hatinya menjadi panas dan mukanya muram. Ini menjadi tanda karena dia tidak berbuat yang baik. Jika dia berbuat baik, maka mukanya tidak akan muram. Dikatakan dalam Kejadian 4:5-7, "tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya. Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram. Firman TUHAN kepada Kain: "Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya."
Berbuat baik, menurut Yakobus 2:8; "Akan tetapi, jikalau kamu menjalankan hukum utama yang tertulis dalam Kitab Suci: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri", kamu berbuat baik.”
Berbuat baik berarti mengasihi sesama manusia, tidak berbuat yang jahat terhadap sesama manusia. Tentang ini juga ditulis dalam Roma 13:9-10; "Karena firman: jangan berzinah, jangan membunuh, jangan mencuri, jangan mengingini dan firman lain mana pun juga, sudah tersimpul dalam firman ini, yaitu: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri! Kasih tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia, karena itu kasih adalah kegenapan hukum Taurat.”
Ada nasihat dalam Roma 12:9, kasih kita harus dengan tulus bukan dengan pura-pura, "Hendaklah kasih itu jangan pura-pura! Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik.” Justru kita harus mengalahkan kejahatan dengan perbuatan baik kita, bukan malah membalas yang jahat dengan kejahatan, seperti dalam Roma 12:21, "Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!”
Hukum kasih ini merupakan kegenapan dari seluruh hukum Taurat. Galatia 5:14-15 menulis, "Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!" Tetapi jikalau kamu saling menggigit dan saling menelan, awaslah, supaya jangan kamu saling membinasakan.”
Perbuatan kasih yang kita lakukan terkandung di dalamnya tidak menyimpan kemarahan dan kepahitan hati, sebaliknya kita mau saling mengampuni sebagaimana Tuhan juga mengampuni dosa kita. Dikatakan dalam Efesus 4:31-32, "Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan. Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.”
Kita harus menggalang kasih persaudaraan dengan saling memaafkan dan mengampuni. Jika kita menaruh kebencian, kita adalah seorang pembunuh. Yang lebih parah lagi, jika kita hidup dalam kebencian, kita tetap hidup dalam maut. Sebaliknya jika kita mengasihi saudara, maka kita sudah berpindah dari maut kepada hidup. Surat 1 Yohanes 3:11-15 mengatakan, "Sebab inilah berita yang telah kamu dengar dari mulanya, yaitu bahwa kita harus saling mengasihi; bukan seperti Kain, yang berasal dari si jahat dan yang membunuh adiknya. Dan apakah sebabnya ia membunuhnya? Sebab segala perbuatannya jahat dan perbuatan adiknya benar. Janganlah kamu heran, saudara-saudara, apabila dunia membenci kamu. Kita tahu, bahwa kita sudah berpindah dari dalam maut ke dalam hidup, yaitu karena kita mengasihi saudara kita. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tetap di dalam maut. Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya.”