Tuhan menghendaki kita menjadi
sempurna seperti Bapa yang di sorga. Untuk mencapai kesempurnaan, kita harus
melalui 3 tahapan seperti yang tertulis dalam 1 Korintus 13:13yaitu memiliki iman, harap, dan kasih. Kasih adalah yang terbesar dibanding
kan iman dan harap
. Bila dihubungkan
dengan Tabernakel, ima
n menunjukkan
pada halaman, harap menunjukkan Ruangan Suci dan kasih menunjukkan pada Ruangan
Maha Suci pada Tabernakel. Kasih juga menunjukkan suasana kota empat segi,
itulah Yerusalem Baru. Tanpa kasih, tidak akan ada kesempurnaan.
Iman,
harap, dan kasih ini tidak boleh dipisahkan. Semua tahapan harus kita lewati. Iman, harap, dan kasih yang saling
berkaitan ini juga digambarkan seperti orang yang membangun rumah. Di mana yang pertama harus dibangun adalah
fondasi, yang menunjuk pada iman, berlanjut membangun bangunan atas, itulah
harap, dan yang terakhir adalah atap, yang adalah gambaran kasih. Tanpa 3 hal
tersebut, bangunan rumah itu tidak sempurna dan sia-sia. Demikian juga iman,
dan harap, tanpa kasih adalah sia-sia. Pada ayat 12 dijelaskan bahwa iman dan
harap tanpa kasih, adalah seperti melihat dalam cermin suatu gambaran yang
samar-samar. Tetapi bila dengan kasih, suatu saat nanti kita bisa melihat muka dengan muka,
melihat dengan sempurna.
Iman,
harap dan kasih ini terbagi menjadi 2 kelompok, kelompok pertama adalah iman, dan harap, serta kelompok yang keduaitulah kasih. Iman dan harap adalah satu
kelompok karena kedua hal ini mirip. Tentang iman, Ibrani 11:1 menjelaskan
bahwa iman itu adalah meyakini,
dalam arti percayaterhadap apa yang belum kita lihat. Iman ini sifatnya tidak
kekal karena iman akan hilang saat yang diimani itu sudah dilihat atau
terwujud. Karena itu, iman dan harap hanya berlaku selama kita hidup di dunia.
Bila kita sudah di Sorga atau Yerusalem Baru, maka segala hal yang kita imani
dan harapkan itu menjadi kenyataan sehingga tidak perlu lagi kita imani dan harapkan.
Iman
dan harap merupakan kekuatan dalam kita menaikkan doa permohonan kepada Tuhan. Sebab
dalam berdoa, kita meminta kepada Allah dengan penuh pengharapan dan percaya,
sehingga Tuhan pasti memberikan kepada kita. Selanjutnya
mengenai kasih.
Kasih berbeda dari iman dan harap, sekalipun apa yang kita kasihi sudah kita lihat,
kita tetap mengasihi. Lalu bagaimana kita bisa mengasihi Tuhan padahal kita
belum melihat Dia? Dalam hal ini, iman berperan penting. Oleh karena itulah
maka harus ada iman, berlanjut harap untuk sampai pada kasih. Dikatakan
demikian sebab dengan iman, walaupun Tuhan Yesus tidak bisa kita lihat sekarang,
namun kita yakini bahwa Dia hidup. Seperti yang disaksikan dalam Kisah Para
Rasul 1:3 dan Wahyu 1:17-18. Memang benar Tuhan Yesus telah mati, namun Ia juga
telah bangkit dan hidup. Sama seperti Firman hidup yang dituliskan pada 1
Yohanes 1:1 bisa dilihat, didengar dan diraba maka Tuhan Yesus yang hidup juga
dibuktikan dengan Ia bisa dilihat, didengar, dan diraba. Yang dimaksud "dapat
diraba” adalah kuasa yang ada pada Tuhan Yesus dan juga pada Firman Hidup yang
sanggup mengadakan yang tidak ada menjadi ada. Sehingga kita bisa melihat dan
mengasihi Tuhan karena kita yakin. Dia hidup, padaNya ada kuasa luar biasa yang
bekerja dalam kita, termasuk kuasa dari pengorbanan salib-Nya yang mengampuni
dosa-dosa kita, menyembuhkan segala sakit kita, dan sebagainya.
Tokoh iman yang sangat kita
kenal itulah Bapa Abraham. Dalam Roma 4:16-18 ditunjukkan pada saat Abraham
dalam keadaan yang sudah tidak ada pengharapan lagi, ia tetap berharap dan
percaya kepada Tuhan yang telah berjanji kepadanya. Iman dan harap Abraham kepada
Allah ini harus kita teladani. Sebab sekalipun Tuhan sendiri yang mengatakan
bahwa Abraham "tidak ada dasar untuk berharap …” karena Abraham sudah tua dan
lanjut umurnya untuk bisa memiliki anak kandung, namun ia tetap percaya dan
berharap bahwa ia akan mempunyai anak, karena Tuhan sendiri yang menjanjikan
kepadanya bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa. Jadi, Abraham percaya dan
berharap atas dasar Firman Allah.
Jika
kita melihat kisah tentang iman dan harap Abraham yang sebenarnya, yang ditulis
pada Kejadian 17:1-7 maka kita mendapati bahwa awal atau dasar dari pengharapan
Abraham yang kuat, adalah karena ia menerima perjanjian Allah. Janji Allah itu
kekal dan tidak berubah. Hal ini diyakini oleh Abraham, sehingga walaupun
secara manusia ia sudah tidak mungkin bisa memiliki anak, namun kekuatan
pengharapannya menjadikan yang tidak mungkin menjadi mungkin, sebab kita tahu
bahwa Abraham benar-benar menerima kegenapan janji Allah dengan dilahirkannya
Ishak. Demikianlah hendaknya iman dan harap kita kepada Tuhan Yesus tetap kuat
walaupun menghadapi masa-masa yang seolah-olah sudah tidak ada harapan lagi.
Maka pasti kita mendapat pertolongan Tuhan dengan ajaib. Markus 9:23 serta 11:22-24 juga menegaskan bahwa tidak
ada yang mustahil bagi Allah asalkan kita benar-benar percaya pada-Nya. Dengan
percaya bahwa apa saja yang kita minta dalam doa pasti kita menerimanya, maka
hal itu benar-benar terjadi. Seperti Abraham yang benar-benar percaya kepada
Allah, ia bisa melahirkan Ishak di hari tuanya. Di sini kita dapat melihat, bahwa iman
dan harap adalah kekuatan di dalam kita
berdoa. Dengan iman dan harap, kita berdoa dan meminta kepada Tuhan, maka Tuhan
pasti mengabulkan.
Tetapi
iman dan harap saja masih belum cukup. Sebagaimana Tuhan menghendaki Abraham memiliki
kasih kepada Allah, Tuhan juga merindukan pada kita ada kasih, selain ada iman
dan harap kepada-Nya.
Sebab kasihlah yang bisa mengantar kita kepada kesempurnaan. Untuk itu,
dituliskan dalam Kejadian 22:1-8 bahwa Allah mencobai Abraham dengan meminta ia
mengorbankan Ishak, anak tunggalnya yang dikasihi. Apabila Abraham
bersedia mengorbankan Ishak, maka terbukti bahwa padanya ada kasih kepada
Allah, yang melebihi kasihnya kepada anak tunggalnya. Jadi, kasih itu dibuktikan dengan
rela mengorbankan yang terbaik, termahal maupun yang terkasih untuk Allah, seperti yang diteladankan
Abraham. Teladan lain dalam hal mengasihi dengan rela berkorban bisa kita lihat
di dalam
1 Yohanes 3:16-18. Itulah teladan Tuhan Yesus sendiri dengan Ia rela mengorbankan nyawa-Nya demi mengasihi kita. Karena itu, bila kita
mau mengikuti teladan kasih Tuhan Yesus ini, kita diajar untuk mau mengasihi
saudara-saudara kita dengan rela berkorban. Bukan berkorban nyawa seperti Tuhan Yesus, tetapi dengan berkorban apa
yang kita miliki untuk saudara yang membutuhkan. Jadi, kasih itu bukan hanya
dengan kata-kata tetapi harus dengan perbuatan yakni dengan mau berkorban.
Seperti teladan Tuhan Yesus dan Abraham.
Karena
Abraham rela mengorbankan Ishak demi kasihnya kepada Allah, Kejadian 22:11-14
menuliskan bahwa pada saat ia hendak menyembelih Ishak, Allah mencegahnya.
Dengan demikian Abraham berhasil lulus dari ujian kasihnya. Demi kasihnya
kepada Tuhan, ia tidak menyayangkan Ishak, dan ini kiranya menjadi pelajaran
bagi kita dalam mengasihi
Allah. Jangan kita merasa
sudah cukup ketika kita hanya memiliki iman dan harap untuk
meminta kepada Tuhan, kita harus meningkat,memiliki kasih kepada Tuhan. Kasih yang mendorong kita untuk mau memberi apa yang Tuhan minta dari kita, walaupun itu seringkali berat bagi daging kita.
Melakukansebagaimana teladanAbraham memang adalah hal yang berat. Namun sebenarnya bila kita mau berkorban
untuk Tuhan, maka Kejadian 22:16-18 menunjukkan kepada kita bahwa tersedia berkat
yang melimpah bagi kita seperti yang diterima oleh Abraham. Selain Ishak tetap hidup,
berkat untuk Abraham sangat luar biasa. Bahkan dikatakan bahwa oleh Abraham dan
keturunannya maka semua bangsa menerima berkat juga. Jadi, bila kita mengasihi
Tuhan dengan rela mengorbankan milik kita yang terbaik, yang paling berharga,
atau yang kita kasihi, maka pengorbanan kita tidak akan sia-sia. Yang perlu
kita ingat baik-baik, berkorban untuk Tuhan tidak menjadikan kita miskin,
sebaliknya kita malah akan menerima berkat yang melimpah mencakup berkat untuk
sekarang, selama hidup di dunia ini dan juga berkat untuk yang akan datang,
itulah memperoleh hidup kekal di Kota Yerusalem baru.
Apabila
Allah meminta Ishak yang dikasihi oleh Abraham untuk dikorbankan, maka
sebenarnya Allah sudah menyiapkan pengganti yang lebih baik. Jadi, bila kita
terdorong untuk mempersembahkan yang terbaik dan yang kita kasihi untuk Tuhan,
sebenarnya Tuhan sudah sediakan pengganti yang lebih baik dari korban kita.
Asalkan korban itu kita lakukan dengan kasih. Mengapa Abraham mau mengorbankan
Ishak? Dalam Ibrani 11:17-19dituliskan bahwa Abraham memiliki 3 pandangan mata rohani yang membuat ia
tidak ragu untuk mengorbankan Ishak, yaitu
yang pertama, Iman bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang mati. Sehingga
walaupun Ishak benar-benar dikorbankan, Abraham percaya bahwa Allah akan
membangkitkannya. Yang kedua iman bahwa Allah tidak berkenan akan korban berupa
manusia. Sebab bila manusia yang dikorbankan, berarti Abraham menjadi pembunuh
dan ini bertentangan dengan perintah Allah yang mengatakan "jangan membunuh” bahkan menjurus kepada penyembahan
berhala. Yang ketiga, iman bahwa Allah tidak mungkin membatalkan atau mengubah
perjanjian-Nya. Jika Ishak mati, berarti perjanjian Allah dengan Abraham gagal.
Padahaljanji Tuhan itu tetap, walaupun langit dan bumi akan lenyap, janji Tuhan tidak
akan berlalu, atau dengan kata lain, kekal.
Dengan
berbekal iman oleh 3 hal tersebut, Abraham naik ke Gunung Moria dan
mempersembahkan Ishak. Maka apa yang diimani oleh Abraham benar-benar menjadi
kenyataan.Ishak tidak mati dan Abraham mendapati bahwa di atas Gunung Moria itu Tuhan
menyediakan atau mengadakan. Dari 3 hal yang menjadi iman Abraham ini,
selayaknyalah bila ia disebut sebagai bapa orang-orang beriman. Gunung Moria tempat Tuhan menyediakan
domba jantan pengganti Ishak merupakan tempat raja Salomo mendirikan Bait Allah
di Yerusalem (2
Tawarikh 3:1).
Jadi, di atas Gunung Moria Tuhan akan mengadakan Rumah/Bait-Nya. Demikian jauh
pandangan rohani Abraham, melewati waktu ratusan tahun, bisa melihat bahwa
Allah mengadakan bait-Nya di atas Gunung Moria.
Bagi
kita sekarang, pengertian Rumah/Bait Allah adalah sidang jemaat, anggota tubuh
Kristus, mempelai perempuan Tuhan. Yang didirikan di atas Kristus sebagai Batu
Penjuru, yaitu Kristus sebagai Anak Domba pengganti. Kepada kita pun Allah akan
memperhatikan hal-hal yang besar yang akan terjadi, asalkan kita lengkap
memiliki iman, harap, dan kasih. Dengan kasih sebagai yang terbesar di atas
iman dan harap, mengajar kita untuk siap berkorban apapun yang Tuhan kehendaki,
sebagai bukti kasih kita kepada Tuhan. Maka kita akan melihat dan tergabung
dalam pembangunan Tubuh
Kristus, Bait Allah rohani.
Danpuncaknya kita mencapai kesempurnaan sebagai Mempelai Perempuan Tuhan yang layak masuk
kota Yerusalem Baru.