PAPMA "KASIH"
Perkumpulan Pengajaran Mempelai Alkitabiah "Kasih"
Register    
slide1
slide2
slide3

Sep
28

Iman, Pengharapan dan Kasih

Iman, Pengharapan dan Kasih
Uncategorized

Tuhan menghendaki kita menjadi sempurna seperti Bapa yang di sorga. Untuk mencapai kesempurnaan, kita harus melalui 3 tahapan seperti yang tertulis dalam 1 Korintus 13:13yaitu memiliki iman, harap, dan kasih. Kasih adalah yang terbesar dibandingkan iman dan harap. Bila dihubungkan dengan Tabernakel, iman menunjukkan pada halaman, harap menunjukkan Ruangan Suci dan kasih menunjukkan pada Ruangan Maha Suci pada Tabernakel. Kasih juga menunjukkan suasana kota empat segi, itulah Yerusalem Baru. Tanpa kasih, tidak akan ada kesempurnaan.

Iman, harap, dan kasih ini tidak boleh dipisahkan. Semua tahapan harus kita lewati. Iman, harap, dan kasih yang saling berkaitan ini juga digambarkan seperti orang yang membangun rumah. Di mana yang pertama harus dibangun adalah fondasi, yang menunjuk pada iman, berlanjut membangun bangunan atas, itulah harap, dan yang terakhir adalah atap, yang adalah gambaran kasih. Tanpa 3 hal tersebut, bangunan rumah itu tidak sempurna dan sia-sia. Demikian juga iman, dan harap, tanpa kasih adalah sia-sia. Pada ayat 12 dijelaskan bahwa iman dan harap tanpa kasih, adalah seperti melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar. Tetapi bila dengan kasih, suatu saat nanti kita bisa melihat muka dengan muka, melihat dengan sempurna.

 

Iman, harap dan kasih ini terbagi menjadi 2 kelompok, kelompok pertama adalah iman, dan harap, serta kelompok yang keduaitulah kasih. Iman dan harap adalah satu kelompok karena kedua hal ini mirip. Tentang iman, Ibrani 11:1 menjelaskan bahwa iman itu adalah meyakini, dalam arti percayaterhadap apa yang belum kita lihat. Iman ini sifatnya tidak kekal karena iman akan hilang saat yang diimani itu sudah dilihat atau terwujud. Karena itu, iman dan harap hanya berlaku selama kita hidup di dunia. Bila kita sudah di Sorga atau Yerusalem Baru, maka segala hal yang kita imani dan harapkan itu menjadi kenyataan sehingga tidak perlu lagi kita imani dan harapkan.

Iman dan harap merupakan kekuatan dalam kita menaikkan doa permohonan kepada Tuhan. Sebab dalam berdoa, kita meminta kepada Allah dengan penuh pengharapan dan percaya, sehingga Tuhan pasti memberikan kepada kita. Selanjutnya mengenai kasih. Kasih berbeda dari iman dan harap, sekalipun apa yang kita kasihi sudah kita lihat, kita tetap mengasihi. Lalu bagaimana kita bisa mengasihi Tuhan padahal kita belum melihat Dia? Dalam hal ini, iman berperan penting. Oleh karena itulah maka harus ada iman, berlanjut harap untuk sampai pada kasih. Dikatakan demikian sebab dengan iman, walaupun Tuhan Yesus tidak bisa kita lihat sekarang, namun kita yakini bahwa Dia hidup. Seperti yang disaksikan dalam Kisah Para Rasul 1:3 dan Wahyu 1:17-18. Memang benar Tuhan Yesus telah mati, namun Ia juga telah bangkit dan hidup. Sama seperti Firman hidup yang dituliskan pada 1 Yohanes 1:1 bisa dilihat, didengar dan diraba maka Tuhan Yesus yang hidup juga dibuktikan dengan Ia bisa dilihat, didengar, dan diraba. Yang dimaksud "dapat diraba” adalah kuasa yang ada pada Tuhan Yesus dan juga pada Firman Hidup yang sanggup mengadakan yang tidak ada menjadi ada. Sehingga kita bisa melihat dan mengasihi Tuhan karena kita yakin. Dia hidup, padaNya ada kuasa luar biasa yang bekerja dalam kita, termasuk kuasa dari pengorbanan salib-Nya yang mengampuni dosa-dosa kita, menyembuhkan segala sakit kita, dan sebagainya.

 

Tokoh iman yang sangat kita kenal itulah Bapa Abraham. Dalam Roma 4:16-18 ditunjukkan pada saat Abraham dalam keadaan yang sudah tidak ada pengharapan lagi, ia tetap berharap dan percaya kepada Tuhan yang telah berjanji kepadanya. Iman dan harap Abraham kepada Allah ini harus kita teladani. Sebab sekalipun Tuhan sendiri yang mengatakan bahwa Abraham "tidak ada dasar untuk berharap …” karena Abraham sudah tua dan lanjut umurnya untuk bisa memiliki anak kandung, namun ia tetap percaya dan berharap bahwa ia akan mempunyai anak, karena Tuhan sendiri yang menjanjikan kepadanya bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa. Jadi, Abraham percaya dan berharap atas dasar Firman Allah.

 

Jika kita melihat kisah tentang iman dan harap Abraham yang sebenarnya, yang ditulis pada Kejadian 17:1-7 maka kita mendapati bahwa awal atau dasar dari pengharapan Abraham yang kuat, adalah karena ia menerima perjanjian Allah. Janji Allah itu kekal dan tidak berubah. Hal ini diyakini oleh Abraham, sehingga walaupun secara manusia ia sudah tidak mungkin bisa memiliki anak, namun kekuatan pengharapannya menjadikan yang tidak mungkin menjadi mungkin, sebab kita tahu bahwa Abraham benar-benar menerima kegenapan janji Allah dengan dilahirkannya Ishak. Demikianlah hendaknya iman dan harap kita kepada Tuhan Yesus tetap kuat walaupun menghadapi masa-masa yang seolah-olah sudah tidak ada harapan lagi. Maka pasti kita mendapat pertolongan Tuhan dengan ajaib. Markus 9:23 serta 11:22-24 juga menegaskan bahwa tidak ada yang mustahil bagi Allah asalkan kita benar-benar percaya pada-Nya. Dengan percaya bahwa apa saja yang kita minta dalam doa pasti kita menerimanya, maka hal itu benar-benar terjadi. Seperti Abraham yang benar-benar percaya kepada Allah, ia bisa melahirkan Ishak di hari tuanya. Di sini kita dapat melihat, bahwa iman dan harap adalah kekuatan di dalam kita berdoa. Dengan iman dan harap, kita berdoa dan meminta kepada Tuhan, maka Tuhan pasti mengabulkan.

 

Tetapi iman dan harap saja masih belum cukup. Sebagaimana Tuhan menghendaki Abraham memiliki kasih kepada Allah, Tuhan juga merindukan pada kita ada kasih, selain ada iman dan harap kepada-Nya. Sebab kasihlah yang bisa mengantar kita kepada kesempurnaan. Untuk itu, dituliskan dalam Kejadian 22:1-8 bahwa Allah mencobai Abraham dengan meminta ia mengorbankan Ishak, anak tunggalnya yang dikasihi. Apabila Abraham bersedia mengorbankan Ishak, maka terbukti bahwa padanya ada kasih kepada Allah, yang melebihi kasihnya kepada anak tunggalnya. Jadi, kasih itu dibuktikan dengan rela mengorbankan yang terbaik, termahal maupun yang terkasih untuk Allah, seperti yang diteladankan Abraham. Teladan lain dalam hal mengasihi dengan rela berkorban bisa kita lihat di dalam 1 Yohanes 3:16-18. Itulah teladan Tuhan Yesus sendiri dengan Ia rela mengorbankan nyawa-Nya demi mengasihi kita. Karena itu, bila kita mau mengikuti teladan kasih Tuhan Yesus ini, kita diajar untuk mau mengasihi saudara-saudara kita dengan rela berkorban. Bukan berkorban nyawa seperti Tuhan Yesus, tetapi dengan berkorban apa yang kita miliki untuk saudara yang membutuhkan. Jadi, kasih itu bukan hanya dengan kata-kata tetapi harus dengan perbuatan yakni dengan mau berkorban. Seperti teladan Tuhan Yesus dan Abraham.

 

Karena Abraham rela mengorbankan Ishak demi kasihnya kepada Allah, Kejadian 22:11-14 menuliskan bahwa pada saat ia hendak menyembelih Ishak, Allah mencegahnya. Dengan demikian Abraham berhasil lulus dari ujian kasihnya. Demi kasihnya kepada Tuhan, ia tidak menyayangkan Ishak, dan ini kiranya menjadi pelajaran bagi kita dalam mengasihi Allah. Jangan kita merasa sudah cukup ketika kita hanya memiliki iman dan harap untuk meminta kepada Tuhan, kita harus meningkat,memiliki kasih kepada Tuhan. Kasih yang mendorong kita untuk mau memberi apa yang Tuhan minta dari kita, walaupun itu seringkali berat bagi daging kita.

 

Melakukansebagaimana teladanAbraham memang adalah hal yang berat. Namun sebenarnya bila kita mau berkorban untuk Tuhan, maka Kejadian 22:16-18 menunjukkan kepada kita bahwa tersedia berkat yang melimpah bagi kita seperti yang diterima oleh Abraham. Selain Ishak tetap hidup, berkat untuk Abraham sangat luar biasa. Bahkan dikatakan bahwa oleh Abraham dan keturunannya maka semua bangsa menerima berkat juga. Jadi, bila kita mengasihi Tuhan dengan rela mengorbankan milik kita yang terbaik, yang paling berharga, atau yang kita kasihi, maka pengorbanan kita tidak akan sia-sia. Yang perlu kita ingat baik-baik, berkorban untuk Tuhan tidak menjadikan kita miskin, sebaliknya kita malah akan menerima berkat yang melimpah mencakup berkat untuk sekarang, selama hidup di dunia ini dan juga berkat untuk yang akan datang, itulah memperoleh hidup kekal di Kota Yerusalem baru.

Apabila Allah meminta Ishak yang dikasihi oleh Abraham untuk dikorbankan, maka sebenarnya Allah sudah menyiapkan pengganti yang lebih baik. Jadi, bila kita terdorong untuk mempersembahkan yang terbaik dan yang kita kasihi untuk Tuhan, sebenarnya Tuhan sudah sediakan pengganti yang lebih baik dari korban kita. Asalkan korban itu kita lakukan dengan kasih. Mengapa Abraham mau mengorbankan Ishak? Dalam Ibrani 11:17-19dituliskan bahwa Abraham memiliki 3 pandangan mata rohani yang membuat ia tidak ragu untuk mengorbankan Ishak, yaitu yang pertama, Iman bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang mati. Sehingga walaupun Ishak benar-benar dikorbankan, Abraham percaya bahwa Allah akan membangkitkannya. Yang kedua iman bahwa Allah tidak berkenan akan korban berupa manusia. Sebab bila manusia yang dikorbankan, berarti Abraham menjadi pembunuh dan ini bertentangan dengan perintah Allah yang mengatakan "jangan membunuh” bahkan menjurus kepada penyembahan berhala. Yang ketiga, iman bahwa Allah tidak mungkin membatalkan atau mengubah perjanjian-Nya. Jika Ishak mati, berarti perjanjian Allah dengan Abraham gagal. Padahaljanji Tuhan itu tetap, walaupun langit dan bumi akan lenyap, janji Tuhan tidak akan berlalu, atau dengan kata lain, kekal.

 

Dengan berbekal iman oleh 3 hal tersebut, Abraham naik ke Gunung Moria dan mempersembahkan Ishak. Maka apa yang diimani oleh Abraham benar-benar menjadi kenyataan.Ishak tidak mati dan Abraham mendapati bahwa di atas Gunung Moria itu Tuhan menyediakan atau mengadakan. Dari 3 hal yang menjadi iman Abraham ini, selayaknyalah bila ia disebut sebagai bapa orang-orang beriman. Gunung Moria tempat Tuhan menyediakan domba jantan pengganti Ishak merupakan tempat raja Salomo mendirikan Bait Allah di Yerusalem (2 Tawarikh 3:1). Jadi, di atas Gunung Moria Tuhan akan mengadakan Rumah/Bait-Nya. Demikian jauh pandangan rohani Abraham, melewati waktu ratusan tahun, bisa melihat bahwa Allah mengadakan bait-Nya di atas Gunung Moria.

 

Bagi kita sekarang, pengertian Rumah/Bait Allah adalah sidang jemaat, anggota tubuh Kristus, mempelai perempuan Tuhan. Yang didirikan di atas Kristus sebagai Batu Penjuru, yaitu Kristus sebagai Anak Domba pengganti. Kepada kita pun Allah akan memperhatikan hal-hal yang besar yang akan terjadi, asalkan kita lengkap memiliki iman, harap, dan kasih. Dengan kasih sebagai yang terbesar di atas iman dan harap, mengajar kita untuk siap berkorban apapun yang Tuhan kehendaki, sebagai bukti kasih kita kepada Tuhan. Maka kita akan melihat dan tergabung dalam pembangunan Tubuh Kristus, Bait Allah rohani. Danpuncaknya kita mencapai kesempurnaan sebagai Mempelai Perempuan Tuhan yang layak masuk kota Yerusalem Baru.



Post a comment