Bangsa yang Terpilih
Uncategorized
Kita bukanlah "umat Allah”, kita pun tidak dikasihi Allah. Akan tetapi, kasih kasih karunia Allah yang besar menjadikan kita umat Allah yang dikasihi-Nya. Bahkan menjadi bangsa yang terpilih, imamat rajani, dan bangsa yang kudus kepunyaan Allah sendiri.
Suratan 1 Petrus 2:10 menjelaskan bahwa hidup manusia yang dikuasai oleh dosa dan kegelapan bukanlah umat Allah sehingga tidak dikasihi Allah. Itulah kehidupan lama kita atau masa lalu kita. Akan tetapi, ayat 24 menulis bahwa melalui TuhanYesus, dosa kita telah dipikul di dalam tubuh-Nya di atas kayu salib supaya kita yang telah mati oleh dosa, hidup untuk kebenaran. Selanjutnya kita yang sudah ditebus oleh korban Yesus telah bebas dari dosa dan telah keluar dari kegelapan untuk masuk ke dalam terang Tuhan. Dengan demikian sekarang kita layak disebut sebagai "umat Allah” dan "yang dikasihi Allah”. Itulah kebesaran kasih Allah kepada kita.
Pada 1 Petrus 2:9, dijelaskan bahwa kehidupan yang "menjadi umat” dan "dikasihi Allah” adalah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus dan umat kepunyaan Allah sendiri harus memberitakan perbuatan-perbuatan Tuhan yang besar, yaitu yang telah memanggil kita keluar dari kegelapan, masuk dalam terang-Nya yang ajaib. Bila kita dikatakan sebagai "bangsa yang terpilih”, ini adalah kemurahan Tuhan yang sangat besar kepada kita. Di seluruh dunia ini hanya bangsa Israel umat pilihan Allah. Seperti tertulis dalam Roma 11:28-31, sebagai pilihan Allah, bangsa Israel istimewa baik secara jasmani maupun rohani, sekalipun menurut Injil, mereka adalah seteru Allah, tetapi mengenai pilihan, mereka adalah kekasih Allah
Kesempatan yang yang diberikan kepada kita menjadi bangsa yang terpilih ditulis oleh Roma 11:25 bagaikan pintu sempit yang terbuka sedikit menjadi celah untuk kita bisa masuk. Kita harus menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya sebab ada saatnya kesempatan itu tertutup. Kapan? Pada waktu Tuhan melihat bahwa jumlah bangsa Kafir yang berhak tergabung menjadi bangsa yang terpilih sudah terpenuhi. Untuk itu Efesus 5:16 dan Kolose 4:5-6 menasihati supaya kita mau beribadah, melayani, serta mau lebih dekat kepada Tuhan.
Orang yang menyia-nyiakan kesempatan, Ibrani 12:15-17 menuliskan adalah orang yang menjauhkan diri dari kasih karunia Allah. Contohnya Esau yang menjual hak kesulungannya. Hak kesulungan pengertiannya adalah kesempatan paling pertama, merupakan berkat besar dan yang terutama. Menjual hak kesulungan hanya karena sepiring makanan, seperti perbuatan Esau adalah gambaran kehidupan yang menyia-nyiakan kesempatan dengan mengabaikan ibadah dan pelayanan, hanya karena permasalahan jasmani atau ekonomi. Apa yang terjadi dengan Esau yang menjual hak kesulungannya? Ia ditolak Tuhan. Esau terlambat dan tidak ada lagi kesempatan untuk bertobat walaupun ia mencari dengan mencucurkan air mata. Hal ini menjadi peringatan supaya kita jangan menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Memang sampai saat ini kesempatan masih ada untuk kita karena ketidaktaatan bangsa Israel. Namun, akan ada saatnya kemurahan Tuhan kembali kepada bangsa Israel. Saat itulah berakhir kesempatan untuk kita bangsa Kafir.
Dengan kita menjadi bangsa yang terpilih, maka kita disebut sebagai Israel yang rohani. Kita dibebaskan dari hidup dalam penyembahan berhala dan dibawa untuk menyembah dan beribadah kepada Allah seperti bangsa Israel. Bangsa Kafir memang bangsa yang tidak mengenal Allah dan tidak memiliki Allah. Bangsa Kafir hidup dalam penyembahan berhala. Hal itulah yang membedakan antara bangsa Kafir dengan bangsa Israel. Bangsa Israel mengenal penyembahan dan ibadah yang benar, yaitu menyembah dan beribadah kepada Allah, melalui dibangunnya Tabernakel.
Keluaran 29:42-46 menjelaskan bahwa bangsa Israel beribadah kepada Tuhan dengan membawa korban-korban ke Tabernakel. Dalam Tabernakel, pada alat Peti Perjanjian yang ada di Ruangan Mahasuci, tempat Allah berhadirat, berdiam, dan mau bertemu dengan umat Israel untuk menyampaikan Firman-Nya. Bagi kita sekarang, bila kita mau beribadah dan menerima Firman, maka kita pun pasti akan bertemu dan merasakan hadirat Tuhan, dan kita pasti mendapat pertolongan dan jawaban atas segala permasalahan kita. Inilah berkatnya menjadi bangsa yang dipilih Tuhan.
Kesempatan menjadi bangsa yang terpilih bukan karena kebaikan atau kelebihan kita. Sesuai yang ditulis oleh Yohanes 15:16, semua itu karena Tuhan yang memilih kita. Dengan Tuhan memilih kita, Ia juga menetapkan kita untuk pergi untuk menghasilkan buah dan buah-buah itu tetap (terus-menerus). Jika hal tersebut kita lakukan, apa yang kita minta kepada Bapa dalam nama Tuhan Yesus pasti diberikan.
Kembali pada 1 Petrus 2:9, disebutkan bahwa sekarang, setelah ditebus oleh korban Yesus dari kegelapan dosa, maka kita hidup di dalam terang. Suasana terang Tuhan ini ditulis oleh Amsal 4:18-19, bahwa terang orang benar kian bertambah terang sampai rembang tengah hari atau bisa dikatakan seperti terang matahari. Lawan dari terang orang benar adalah orang fasik yang hidup dalam kegelapan. Hidup dalam gelap akibatnya selalu tersandung bahkan puncaknya kebinasaan.
Terang orang benar seperti terang matahari juga tertulis pada Matius 13:43 yang menyatakan bahwa orang-orang benar akan bercahaya seperti matahari dalam kerajaan Bapa. Terang matahari mulai dari fajar sampai rembang tengah hari. Demikianlah Tuhan mau membawa kita masuk dalam terang sampai pada puncaknya. Terang Tuhan adalah terang dalam suasana Tabernakel. Dikatakan demikian karena dahulu, waktu hidup dalam kuasa dosa adalah hidup dalam kegelapan yang sama seperti suasana diluar Tabernakel. Setelah dibebaskan dari dosa, maka kita dibawa masuk lewat pintu gerbang untuk berada pada suasana terang di dalam Tabernakel. Dimulai dari suasana terang di halaman, yaitu terangnya alat mezbah korban bakaran, meningkat bertambah terang dengan masuk suasana ruangan suci yang diterangi oleh alat pelita emas. Bertambah terang lagi sampai puncaknya, itulah terang dalam suasana ruangan mahasuci dengan alat peti perjanjian. Pada peti perjanjian inilah Tuhan berhadirat dengan kemulian-Nya, memancarkan terang Shekinah Glory yang merupakan terang tertinggi bagai terang rembang tengah hari, terang matahari, puncak terang. Itulah tujuan Tuhan membawa kita masuk dalam terang-Nya, terang dalam suasana Tabernakel. Kita dibawa untuk mencapai puncak terang, yaitu menjadi mempelai perempuan Tuhan yang penuh kemuliaan.
Allah mau membawa kita masuk dalam suasana terang sebab Allah adalah Bapa segala terang seperti ditulis oleh Yakobus 1:17-18, Allah adalah terang. 2 Yohanes 1:5 menambahkan terang Allah itu ajaib dan menyenangkan. sedangkan Mazmur 84:12 menuliskan bahwa Allah adalah matahari. Pengkhotbah 11:7 menjelaskan bahwa terang Allah itu menyenangkan dan melihat matahari adalah baik bagi mata. Maksudnya, apabila kita mau datang kepada terang Tuhan maka kita mendapat pencelikan mata rohani sehingga bisa melihat Tuhan dalam terang-Nya yang seperti matahari.
Kesimpulannya, kita yang dulu hidup dalam dosa dan kegelapan disebut juga bukan umat dan tidak dikasihi Allah mendapat kasih karunia Allah yang besar. Korban Tuhan Yesus di atas kayu salib telah membebaskan kita dari kegelapan dosa dan menjadikan kita "umat Allah” dan "yang dikasihi Allah”, juga menjadikan kita bangsa pilihan Allah, yaitu Israel rohani. Hidup kita dibawa dalam suasana terang sebagai anak-anak terang karena Bapa adalah terang. Sebagai anak-anak terang karena telah "dipanggil keluar” dari kegelapan berarti mengalami kelahiran baru. Bila sudah dilahirkan baru 1 Yohanes 3:1-2 menuliskan ada pengharapan kelak kita menjadi sama dengan Tuhan Yesus. Kita bisa melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya, dengan kata lain menjadi sempurna, sebagai mempelai Perempuan Tuhan. Selanjutnya tentang kita yang hidup dalam terang sebagai orang benar, dikatakan terangnya bercahaya seperti matahari dalam kerajaan Bapa. Terang matahari mulai dari fajar sampai rembang tengah hari. Demikianlah Tuhan mau membawa kita masuk dalam terang sampai pada puncaknya. Puncak terang adalah kita menjadi mempelai perempuan-Nya yang penuh kemuliaan sama seperti Tuhan Yesus, Mempelai Pria Sorga yang mulia. Haleluya!
Mari, kita gunakan kesempatan sebaik-baiknya untuk terus-menerus berusaha hidup dalam terang Tuhan selagi kesempatan itu masih ada. Jangan biarkan kesempatan itu lewat! Jangan samapai terlambat!